Rabu, 09 Januari 2013

analisis nilai religius pada novel


SKRIPSI
ANALISIS UNSUR RELIGIUS PADA NOVEL “ PARE’S JANNATIY “ KARYA A. BADRUZZAMAN RANGGA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan dan juga keanehan yang mungkin tidak dapat dilihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lain, yaitu objek utama penelitiantidak tentu dan tidak jelas.Sastra merupakan renungan gambaran kehidupan yang disajisecara luas dan mendalam, sehingga dapat mewakili persoalan persoalan zamandan masyarakat tertentu yang memiliki pengaruh yang menentuakan tema-tema yang diangkat dalam karya-karya tersebut.
Maka suatu kewajiban apabila dalam karya-karya sastra sering kita tentukan kisah-kisah yang bertemakan masyarakat, hak-hak, politik sosial, agama budaya dan cita-cita.Karena itu bukanlah merupakan hayalan dan daya imajinasi seseorang pengarang melainkan suatu karya yang dihasilkan lewat tempaan pengalaman.
Sastra senantiasa mengungkapkan kehidupan yang luas, mendalam dan juga kehidupan manusia yang penuh tantangan serta perjuangan.Sastra juga berisikan cerita kemanusiaan, isyarat keimanan, cinta kasih, kejujuran dan realita.Banyak karya sastra yang jika terdapat hal-hal yang kurang menguntungkan dalam kehidupan masyarakat.
Sastra bisa disebut juga karya seni, karena mempunyai sifat yang sama dengan karya seni yang lain, seperti seni suara, seni lukis, seni pahat dan lain-lain. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia menyikapkan rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan kebenaran, yang membedakannya dengan seni yang lain adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa.
Sebagai genre sastra karya fiksi dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel maupun cerven. Perbedaannya hanya terletak pada kadar panjang pendeknya isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung isi cerita itu sendiri.
Karya sastra novel dan roman merupakan bagian dari prosa yang dekat dengan masyarakat karena jalan ceritanya tidak jauh dari realitas kehidupan masyarakat. Novel memiliki cerita yang mengemukakan suatu cerita secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Biasanya juga melukiskan suka, duka, cinta dan adat istiadat.
Selain itu juga karya satra memberikan pesan moral yang berwujud nilai religius. Nilai sangat mempengaruhi prilaku dan tindakan manusia baik yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Nilai religiusitas dalam karya sastra sangat diperlukan karena sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius.
Dengan adanya nilai religius, dapat memberi kesadaran batin untuk membuat kebaikan, dan perlu ditanamkan kesadaran tentang pemahaman dan penghayatan terhadap nilai religius terutama pada zaman globalisasi sekarang ini sangat diperlukan sebuah karya fiksi berupa novel atau roman memiliki nilai religius sebagai pembangun iman.
Karya sastra dapat digunakan untuk membentuk sikap dan kepribadian yang matang dan dewasa. sastra juga merupakan sarana untuk menanamkan kesadaran dan penghayatan tentang nilai-nilai kemanusiaan secara mendalam.
Novel ini menceritakan tentang penggugah jiwa dan pengenalan fiqh melalui sebuah kisah cinta yang begitu unik dan menarik. Novel ini mengisahkan seorang Pemuda yang bernama Hatim Ash-Shaa-im (Hatim yang gemar berpuasa) seorang anak yatim piatu yang tinggal di pesantren  karena kebaikan dari keluarga sahabatnya bernama Fafa yang  sudah menganggapnya saudara. Hatim dan fafa menuntut ilmu di kota Pare yang suasananya berbeda dengan Pesantren. Karena di kota Pare ini hanya terdengar suara-suara teriakan anak-anak kost yang sedang menghapal kosakata bahasa Inggris, yang menurutnya tidak pantas diterikkan pada waktu ba'da magrib. Ba'da magrib, di pesantren, mereka selalu mendengar suara-suara para santri yang sedang melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Berbeda jauh dengan apa yang dialami sekarang .
Setelah kedatangan Hatim di kampung Inggris ini suasana jadi berubah karena Hatim dan fafa mengisi Program Al-Qur'an di Baroroh Hause.Sehingga Kampung Inggris dikatakan Kampung inggris Amar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Novel ini juga menceritakan tentang pergaulan batin anak manusia yang tanpan dan hamba Allah yang sholeh bernama Hatim Ash-Shaa-im.(Hatim yang gemar berpuasa) Pergulatan batin antara memilih cintanya dengan seorang wanita cantik dan sholehah yang sesuai dengan harapannya, atau memilih persahabatan yang sudah terjalin sejak kecil. Dengan kesolehanya bagaimana ia mampu mempertahankan persahabatan yang sudah lama terjalin dan bagaimana pula ia bisa mendapatkan cintanya yang selama ini ia cari. Novel ini juga mengisahkan perjalanan hidupnya dalam mencari kebahagiaan yang didambanya yang penuh lika-liku.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka karya sastra mempunyai manfaat yang sangat besar bagi pembacanya. Dengan beberapa pertimbangan yang sesuai dengan uraian di atas, maka perlu diadakan pengkajian atau penelitian terhadap karya sastra novel “Pare’s Jannatiy” karya A. Badruzzaman Rangga.
Di dalam novel “Pare’s Jannatiy” karya A. Badruzzaman Rangga peneliti mengangkat judul tentang unsur nilai religius. Novel tersebut merupakan salah satu novel religius yang mencoba untuk mengenalkan ilmu fiqh dan membangun iman, yang mampu meberikan kesadaran akan mengusung semangat pencari kebenaran Islam, dan pengetahuan yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupanbagi pembacanya.
1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat ditemukan rumusan masalah. Bagaimanakah deskripsi unsur religius( Aqidah, Syariah dan Akhlak) Tokoh Hatim dalam novel “Pare’s Jannatiy” karya A. Badruzzaman Rangga.
1.3              Batasan Masalah
Agar memudahkan penulis untuk menganalisis data, penulis akan membatasi masalah pada uraian-uraian mengenai Analisis unsur nilai Religi (Aqidah, syariah dan akhlak) dan yang bertujuan untuk mengenalkan ilmu Fiqh yang menggugah jiwa melalui sebuah kisah cinta yang begitu unik dan menarik kepada pembaca dalam novel "Pare's Jannatiy"  Karya A. Badruzzaman Rangga.
1.4              Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan UnsurReligius yang terkandung dalam novel “Pare’s Jannatiy” karya A. Badruzzaman Rangga dengan mencermati unsur-unsur pembangun totalitas.
1.5              Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1  Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan:
a.             Dapat bermanfaat bagi penelitian sastra terutama dalam bidang pendidikan.
b.            Dapat dijadikan sebagai motivasi dan acuan bagi peneliti lanjutan, sehingga memperoleh konsep baru yang akan memperkaya wawasan dan pengetahuan kita dalam bidang sastra.
1.5.2  Manfaat Praktis
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bahan informasi bagi pembaca untuk menambah pengetahuan tentang nilai religius dalam novel “Pare’s Jannatiy” karya A. Badruzzaman Rangga.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1              Penegasan Pengertian Istilah
2.1.1        Religius
Adapun Kata Religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun  Nasution mengatakan, bahwa asal kata Religi adalah Relegere yang mengnadung arti mengumpulkan dan membaca. Penertian demikian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa inti sari yang terkandung istilah-istilah di atas ialah ikatan.Agama memang menandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.


2.1.2        Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif,biasanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebut novelis.Kata novel berasal dari Bahasa Italia novella yang berarti" Sebuah kisah atau sepotong berita".
Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya.Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu novel dapat menemukan sesuatu secara bebas menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur serita yang memnangun novel itu.

2.2              Penelitian yang Relevan
Penelitian yang membahas tentang analisis unsur Religi pada Novel  Pare's Jannatiy karya A. Badruzzaman Rangga. Sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian yang dapat dijadikan sebagai referensi.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rejono (1996) yang berjudul Nilai-nilai Religiusitas dalam sastra Lampung. Dalam penelitiannya Rejono menyimpulkan bahwa nilai-nilai religiusitas dalam sastra Lampung adalah :

1.      Kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan
2.      Kecerdasan dapat mengatasi kesulitan
3.      Orang yang takwa tunduk dan taat kepada tuhanya
4.      Cinta tidak takut akan pengorbanan
Banyak rintangan yang menghadang orang yang akan mengejar cita-cita.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) yang berjudul Aspek Religiusitas Novel "Titian Nabi" Karya Muhammad Masykur A.R. Said serta hubungannya dengan pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA.
Adapun persamaan dari penelitian Sari dengan peneliti adalah sama-sama menganalisis aspek Religiusitas novel sedangkan perbedaannya Sari menganalisis Religiusitas novel serta hubungannya dengan pembelajaran apresiasi sastra di SMA. Sedangkan peneliti hanya menganalisis aspek religiusitas novel.
Penelitian yang dilakukan oleh Zuhairini (2007) dengan judul analisis intrinsik dan aspek religiusitas novel Salamah Karya Ali Ahmad Batsir. Adapun dalam penelitiannya disimpulkan bahwa novel Salamah memiliki pesan religiusitas dan komplik sosial yang di sajikan secara mendalam melalui cerita tersebut. Novel ini memberikan gambaran bahwa cinta yang tidak dilandasi aqidah akan membawa keburukan.
Adapun penelitian lain yang berhubungan dengan masalah religiusitas antara lain dilakukan oleh Arafah (2005) yang berjudul Aspek religiusitas novel dibawah lindungan Ka'bah Karya Hamka. Dalam penelitian ini Arfah menyimpulkan bahwa aspek religiusitas yang mengkaji implementasi cahaya akidah seorang manusia dalam mengabdikan seumur hidupnya hanya untuk Allah SWT.Terpisah dari pergaulan manusia dan hanya untuk Allah SWT.

2.3              Landasan teori
2.3.1        Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebut novelis. Kata novel berasal dari Bahasa Italia novella yang berarti “Sebuah kisah atau sepotong berita”.
Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya. Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu novel dapat menemukan sesuatu secara bebas menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur serita yang memnangun novel itu.
Novel digolongkan menjadi dua yaitu Novel serius dan novel Populer.Kita dapat saja membedakan antara novel serius dengan novel popuer. Namun, bagaimanapun “ adanya” perbedaan itu tetap saja kabur, tidak jelas benar batas-batas pemisahnya. Ciri-ciri yang ditemukan pada novel serius- yang biasanya dipertentangkan dengan novel populer-sering juga ditemui pada novel-novel populer, atau sebaliknya. Apalagi jika pencirian yang dilakukan itu bersifat umum, digeneralisasikan pada semua karya serius ataupun populer. Tak jarang novel-novel dikategorikan sebagai populer memiliki kualitas literer yang tinggi, dan dapat juga terjadi sebaliknya.
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja.Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Ia, biasanya, cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.
Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca, dan memang,  pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Hal itu tidak perlu dirisaukan benar (walau tentu saja hal itu tetap saja memprihatinkan).  Sedangkan novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-mata menyampaikan cerita. ia “tidak berpretensi” mengejar efek estetis,  melainkan memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang diceritakanpun yang ringan-ringan, tapi akatual dan menarik, yang terlihat hanya pada masalah  yang  “itu-itu”  saja cinta asmara (barangkali dengan sedikit berbau porno) dengan model kehidupan yang berbau mewah.

2.3.2        Unsur-unsur Novel
Unsur-unsur yang ada dalam novel yaitu :
1.                  Unsur Intrinsik (intrinsic)
Unsur Intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya satra hadir sebagi karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (Cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel.
2.                  Unsur Ekstrinsik (Exstrinsic)
Unsur Ekstrinsik (Exstrinsic) adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian, unsur ektrinsik cukup berpengaruh (untuk tidak dikatakan : Cukup menentukan) terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur Ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Adapun unsur-unsur dasar dalam religi yaitu :
1.                  Emosi keagamaan atau getaran jiwa menyebabkan manusia menjalankan kelakukan keagamaan yang menyebabkan kelakuannya mempunyai nilai keramat atau sacret value.
2.                  Sistem kepercayaan atau bayangan manusia tentang bentuk-bentuk dunia, alam gaib dan alam maut.
3.                  Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib.
4.                  Kelompok keagaan atau kesatuan sosial yang mengkonsepkan dan mengaktifkan religi.

2.3.3        Penokohan
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:165) tokoh certa (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,atau drama, yang oleh pembaca di tafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan yang dilakukan dalam tindakan.
Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku tertentu. Pelaku yang menggambrkan peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh, sedangkan pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut dengan penokohan (Aminuddin, 2010:79).
Aminuddin (2010:79) juga membedakan tokoh dari segi peranan dan tingkat pentingnya menjadi dua, yaitu (1) tokoh utama atau tokoh inti, tokoh yang memiliki peranan penting, dan (2) tokoh tambahan atau tokoh pembantu, tokoh yang mempunyai peranan kurang penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani, dan mendukung tokoh utama.
Nurgiyantoro (2010:194-198) juga membedakan teknik pelukisan tokoh mejadi dua bagian yaitu, (1) teknik ekspositori atau teknik analitik adalah teknik pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung tentang tokoh yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, dan juga ciri fisiknya, sedangkan, (2) teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh yang dilakukan secara tidak langsung. Artinya pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit,sifat, sikap dan tingkah laku tokoh melainkan memberikan tokoh cerita menunjukkan dirinya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukannya, baik secara verbal lewat kata maupun non-verbal lewat tindakan dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Watak, perwatakan dan karakter menunjukkan pada sifat dan sikap para tokoh yang ditapsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sehubungan dengan watak ini pelaku dibagi menjadi pelaku protagonis dan pelaku antagonis. Pelaku protagonis adalah pelaku yang mempunyai watak yang baik sehingga disenangi oleh pembaca, sedangkan pelaku antagonis adalah pelaku yang memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan pembaca (Aminuddin, 2010:80).
Selanjutnya ia menerangkan bahwa upaya memahami watak pelaku, pembaca bisa menelusuri lewat (1) tuturan pengarang terhadap kerakteristik pelaku, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun caranya berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana pelakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaiman tokoh lain berbicara tentang dirinya, (7) melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya, (8) bagaimana tokoh-tokoh lain memberi reaksi terhadapnya, dan (9) melihat tokoh itu dalam tokoh lain (Aminuddin, 2010:80-81).
Berdasarkan keterangan di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa penokohan adalah penciptaan sebuah karakter atau tokoh dalam sebuah cerita. Pengarang akan menciptakan sebuah karakter atau tokoh dengan sangat nyata, hal ini bertujuan agar para pembaca merasa bahwa tokoh karakter itu benar-benar ada dan tokoh fiksi semata.
2.3.4        Nilai Religius
2.3.4.1  Pengertian Religi
Adapun kata Religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata Religi adalah Relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca.Pengertian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi pada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata Religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia.Dalam agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan tuhan.
Menurut the wold book dictionary, kata Religioucity berarti regious feeling or sentiment atau perasaan keagamaan. Religi lebih luas artinya karena lebih mengarah pada masalah personalitas dan bersifat dinamis karna lebih menonjolkan eksistensinya sebagai manusia.
Lebih jauh mangun wijaya (dalam Nurgiyantoro, 2010: 326-327) mengemukakan bahwa perbedaan agama dengan religiusitas. Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian pada tuhan dengan hukum – hukum yang resmi. Sedangkan religiussitas bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi.
Religiusitas berkaitan dengan kebebasan orang untuk menjaga kualitas keberagamannya jika dilihat dari dimensi yang paling dalam dan personal yang acapkali berada diluar kategori – kategori ajaran agama. (Ratnawati dalam Saidah Arafah, 2005:17).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Religiusitas adalah suatu perasaan keagamaan yang lebih mengarah pada eksistensinya sebagi manusia karena bersifat personalitas dan cakupannya pun lebih luas dari pada agama yang hanya terbatas pada ajaran-ajaran dan pertautan-pertautan.
Religiusitas dalam Konteks ini meliputi beberapa unsur fundamental yaitu: Aqidah, syariah, akhlak dan ilmu Fiqh, empat hal dari unsur religi ini tidak dapat dipisahkan karena sangat berkaitan dengan yang lainnya. Berikut akan diuraikan hal yang berkaitan dengan empat unsur tersebut:

1.      Aqidah
Aqidah secara bahasa berarti ikatan, secara terminologi berarti landasan yang mengikat, yaitu keimanan, itu sebabnya ilmu tauhid disebut ilmu aqoid (jamak aqidah)
Aqidah menurut Azra dkk (2002: 103-104) merupakan ajaran tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini dan diimani oleh setiap orang islam. Oleh karena itu Aqidah merupakan ikat dan simpul dasar islam yang pertama dan utama.
Menurut Rejono (1996: 67) mengatakan aqidah adalah suatu yang mengeraskan hati membenarkan yang membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Dari pendapat-pendapa di atas disimpulkan bahwa aqidah adalah keyakinan dasar yang menguatkan atau meneguhkan jiwa sehingga jiwa terbebas dari rasa kebimbangan atau keraguan di dalam Islam disebut dengan iman.
a.       Ketauhidan
Kata ketauhidan adalah bentuk jadian dari kata dasar tauhid.Tauhid adalah suatu kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Kepercayaan terhadap adanya Alam Gaib
Artinya setiap manusia yang beriman harus mempercayai adanya alam lain dibalik alam semesta ini yakni alam gaib. Seperti alamnya para Malaikat, Jin dan alam roh Manusia yang telah terlepas dari jasadnya yang bisa disebut alam baka, dimana dalam alam tersebut manusia terlepas dari segala urusan yang bersifat duniawi.
c.       Iman Terhadap Takdir
Kepercayaan yang benar terhadap takdir Tuhan ini akan memberikan sublime (nilai hidup yang tinggi) bagi seorang yang mempercayai takdir Tuhan dengan sungguh-sungguh akan menerima keadaan dengan wajar dan bijaksana.

2.      Syariah
Menurut Ahmadi dan Salimi (2008: 237) mendefinisikan syariah adalah tata cara atau tentang prilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT.
Adapun ruang lingkup syariah mencangkup peraturan-peraturan sebagai beerikut:
a.       Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur, hubungan langsung dengan Allah SWT. Yang terdiri atas:
1)      Rukun islam: Mengucapkan sahdatain, mengerjakan shalat, zakat, puasa dan haji.
2)      Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun islam
b.      Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan lainnya dalam hal tukar menukar harta, diantaranya: pinjam meminjam, sewa menyewa dan kerjasama dagang.
c.       Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang denga  orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah dan yang berhubungan dengannya), perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan pemeliharaan anak pergaulan suami dan istri serta hal-hal lain.
d.      Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik) diantaranya: persaudaraan, musyawarah, toleransi, tanggung jawab dan lain-lain.
e.       Akhlak, yaitu mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya: syukur, sabar, tawadhu (rendah diri), pemaaf, tawakal, istiqomah berani dan berbuat baik kepada orang tua.
Selain itu juga menurut Ramulyo (2004:9) syariat merupakan sasaran dari ilmu pengetahuan yang khusus disebut alfiqh.
Lebih jauh Syafi'I (dalam Ramulyo, 2004: 8) berpendapat bahwa syariah merupakan peraturan-peraturan lahir dan bathin bagi umat islam yang bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan (deductions) yang dapat ditarik dari wahyu Allah, dan sebagainya.Peraturan-peraturan lahir itu mengenai cara bagimana manusia berhubungan dengan Allah dan sesama makhluk lainya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, syariah adalah tata cara atau peraturan-peraturan tentang perilaku hidup manusia secara lahir dan bathin yang menyangkut bagaimana cara manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk lain untuk mencapai keridhoan Allah SWT

3.      Akhlak
Secara etimologi (arti bahasa) akhlak berasal dari kata khalaqa, yang kata asalnya berarti: perangkai, tabiat, adat, atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secar etimologi akhlak berarti perangkai, adat, tabiat, sistem prilaku yang baik.
Akhlak sering juga disebut dengan moral, diartikan sebagai ajaran baik buruk perbuatan atau kelakuan. Menurut Nurdin (dalam Ariani, 2010 : 20) mengatakan bahwa akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di atas bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran islam dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijetihad (hukum islam).
Menurut Ghazali (dalam Musthofa, 1999: 12) menjelaskan akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan terlebih dahulu.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tingkah laku, budi pekerti yang melekat pada jiwa seseorang untuk melakukan suatu hal atau perbuatan.
Hal-hal yang fundamental terkait dengan penelitian didalam akhlak adalah sebagai berikut:
a.       Akhlak Kepada Allah
1)      Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahnya sesuai dengan perintahnya. Seseorang muslim beribadah membuktikan ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah. Berakhlak kepada Allah dilakukan melalui media komunikasi yang telah disediakan, antara lain ibdah sholat.
2)      Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati (Q.S.Ar-Ra'd:28).
3)      Berdoa kepada Allah, yaitu senantiasa merendahkan diri kepadanya, meminta dan memohon tentang segala sesuatu yang kita niatkan dan semata-mata berniat kepadaNya.
4)      Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri kepada Allah SWT atas segala sesuatu yang dilakukan. Bahwasanay manusia hanya bisa berusaha dan Allah yang menentukan segalanya. Seperti Firman Allah dalam Q.S. Hud: 56." Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Rabb-ku dan Rabb-mu. Tidak ada sesuatu binatang melata pun melainkan dia-lah yang memegang ubun-ubunya."
b.      Akhlak kepada kedua orang Tua
Berbuat baik kepada kedua orang tua, (birul waalidaini) merupakan akhlak yang paling mulia (mahmudah) sebab pada hakekatnya hanya kepada ayah dan ibulah yang paling banyak berjasa kepada anak-anaknya. Sehingga berbakti, mengabdi, dan menghormati kedua orang tua adalah merupakan kewajiban bagi semua anak.
c.       Akhlak dalam menerima ketentuan Allah
Akhlak dalam menerima ketentuan Allah adalah salah satu bagian dari perilaku yang terpuji dan menduduki tempat yang utama dalam menentukan kesempurnaan pribadi. Karena segala yang terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi semua telah menjadi ketentuan Allah SWT, termasuk sifat baik dan buruk.
d.      Perasaan malu (Al-Haya)
Rasa malu bagi orang mukmin merupakan basis nilai-nilai keutamaan dan menjadi dasar akhlak yang mulia (Akhlakul karimah). Sebab malu kepada Allah akan menjadi dasar timbulnya perasaan malu terhadap orang lain dan diri sendiri. Karena seorang mukmin yang malu kepada Allah tidak akan mendurhakainya dengan melanggar larangan atau melalikan perintahnya.

2.3.4.2  Religi Sebagai Sistem Kebudayaan
Istilah religi pada umumnya mengandung makna kecendruangan batin manusia untuk berhubungan dengan kekuatan alam semesta, dalam mencari nilai dan makna (Hadikusuma, 1993 :17-19). Kekuatan alam semesta itu dianggap suci, dikagumi, dihormati dan sekaligus ditakuti karena luar biasa sifatnya. Manusia percaya bahwa "yang suci" itu ada dan diluar kemampuan dan kekuasaannya, sehingga manusia meminta perlindunganNya dengan menjaga keseimbangan alam melalui berbagai upacara.Istilah religi di sini menunjukkanadanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan ghaib di luar kemampuanya, berdasarkan kepercayaan atau keyakinan mereka yang termanifestasikan ke dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu sistem gagasan, sistem tindakan dan artefak.
Definisi Religi yang melihat sebagai suatu upaya simbolis dikemukakan oleh J. Van Ball (1971: 242). Religi adalah suatu sistem simbol-simbol yang dengan sarana tersebut manusia berkomunikasi dengan jagat rayanya. Uraian di atas membuktikan kompleksnya pengertian religi, namun pada prinsipnya religi harus memuat lima unsur yaitu :
1.                  Adanya emosi
2.                  Keyakinan
3.                  Upacara
4.                  Peralatan dan
5.                  Pemeluk atau para penganut
Hal yang terakhir ini cukup penting karena suatu upacara atau tindakan simbolis tertentu seperti berdoa menandahkan tangan ke atas bukan hanya sekedar gerakan kinetik tanpa arti. Gerakan tangan tersebut sering kali merupakan gerakan simbolis yang sarat dengan makna. Demikian definisi tentang religi itu yakni definisi yang memeri memuat hal-hal keyakinan, upacara dan peralatan, sikap dan prilaku, alam pikiran dan perasaan di samping hal-hal yang menyangkut para penganutnya sendiri (Koentjaraningrat, 1974: 269-272).
Ada Empat Fungsi religi yaitu:
a.                   Membantu dan mendukung berlakunya nilai-nilai yang ada dan mendasr dari kebudayaan suatu masyarakat.
b.                  Menyajikan berbagai penjelasan mengenai hakekat kehidupan manusia dan lingkungan serta ruang dan waktu.
c.                   Religi memainkan peran yang besar bagi individu-individu karena religi menyajikan penjelasn dan bertindak sebagia kerangka sandaran bagi ketentraman dan penghiburan hati dalam keadaan kesukaran dan kekacoan yang dihadapi manusia.
d.                  Religi mampu menyajikan berbagai faktor dan bidang kehidupan ke dalam suatu pengorganisasian yang menyeluruh, sehingga menciptakan rasa aman dan pencapaian tujuan kebenaran bersama.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1              Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan penelitian deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif dipergunakan untuk memperoleh gambaran empiris mengenai religiusitas dalam novel Pare’s Jannaty” Karya A. Badruzzaman Rangga
Pada intinya penelitian kualitatif adalah penelitian yang perlu dilakukan sesuai suatu masalah diteliti secara kuantitatif, tetapi belum terungkapkan penyelesaiannya.
Oleh karena itu, salah satu ciri dari penelitian kualitatif adalah sukarnya kita merumuskan hipotesis.Selain itu, karena kedalaman dan keintensifan penyelidikan suatu masalah, penelitian kualitatif mempunyai sampel yang sedikit (cendrung sampel purposif), menghabiskan waktu yang relatif lama (Karena lebih memperhatikan proses dari pada hasil), dan tidak adanya tes signifikansi.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah Moleong (2006 : 06)


3.2              Data Penelitian
3.2.1        Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang disajikan pada penelitian adalah penulis menamakan sebagai data primer . Data primer adalah data yang memang adanya pada  novel "Pare's jannatiy" karya A. Badruzzaman Rangga. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini  yaitu:
Novel "Pare's Jannatiy" Karya A. Badruzzaman Rangga yang diterbitkan Kaysa Media, Jl. Mawar 11/14 Tolongrejo-Pare. Kediri Jawa Timur, 2009.
3.2.2        Teknik Pengumpulan Data
Metode closereading yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik membaca dan mencatat dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.                  Novel "Pare's Jannatiy" Karya A. Badruzzaman Rangga yang diterbitkan Kaysa Media, Jl. Mawar 11/14 Tolongrejo-Pare. Kediri Jawa Timur, 2009
2.                  Setelah membaca selanjutnya akan dilakukan tahap identifikasi serta inventarisasi terhadap permasalahan yang ditemukan dari Novel "Pare's Jannatiy" Karya A. Badruzzaman Ranggatersebut.
Metode closereading ini pada dasarnya hanya digunakan pada tahap analisis novel serta pencarian data penguat atau referensi untuk memperkuat atau membantu dalam proses penganalisisan novel.

3.3              Teknis Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis novel“pare’s jannatiy” karya A. Badruzzaman Ranggadalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dan pendekatan pragmatik.Pendekatan struktural dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh.

3.3.1        Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan tahap awal dalam penelitian sastra. Pendekatan struktural adalah pendekatan yang berorientasi kepada karya sebagai analisis yang ditujukan kepada teks itu sendiri sebagai kesatuan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan dari analisis ini adalah untuk memaparkan keterkaitan dan keterjalinan dari berbagai aspek yang secara bersama-sama membentuk wacana. Dalam analisis ini dapat dilihat dari aspek religi (aqidah, syariah, akhlak, dan fiqh).
Secara lebih rinci deskripsi analisis penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah 1 : membaca novel “pare’s jannatiy” karya A. Badruzzaman Rangga untuk memahami novel tesebut secara berulang-ulang dan cermat kata demi kata dan kalimat demi kalimat.
Langkah 2 : mengambil data yang berkaitan dengan unsur-unsur intinsik yaitu : latar dan penokohan.
Langkah 3 : menganalisis data yang telah diklasifikasikan sebelumnya, antara lain dengan cara :
1.                  Untuk menemukan tokoh dan penokan dalam novel ini penulis mengelompokkan dan menganalisis tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel ini kemudian membaginya menjadi tokoh antagonis dan protagonis.
2.                  Untuk menemukan latar dalam novel ini penulis terlebih dahulu membagi latar tersebut menjadi empat (4) yaitu latar tempat, latar waktu, latar suasana dan latar sosial.
Langkah 4: Menyimpulkan hasil yang didasarkan pada analisis struktural.

3.3.2        Pendekatan Pragmatik
Pradopo (dalam Wiyatmi, 2008: 85) menjelaskan bahwa pendekatan pragmatis adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu pada pembaca. Dalam hal ini, tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama maupun tujuan yang lain. Dalam praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam  mencapai tujuan tertentu bagi pembacanya. Melihat karya sastra sebagai sarana penyampaian suatu pesan yang mendidik, melalui pendekatan pragmatik peneliti berusaha mencari nilai-nilai yang terkandung dalam novel “Pare’s Jannati ”.
Secara lebih rinci deskripsi analisis penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1: membaca novel pare’s jannatiy karaya A. Badruzzaman Rangga untuk memahami struktur global novel tersebut secara berulang-ulang dan cermat, kata demi kata dan kalimat demi kalimat.
Langkah 2: mengambil data yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan dan unsur nilai religi yaitu aqidah, syariah, akhlak, dan fiqh.
Langkah 3: menyimpulkan hasil.


BAB IV
ANALISIS DATA.

4.1              Sinopsis Novel Pare’s Jannatiy
Di dalam novel tersebut menceritakan tentang penggugah jiwa dan pengenalan fiqh melalui sebuah kisah cinta yang begitu unik dan menarik. Juga mengisahkan seorang Pemuda yang bernama Hatim Ash-Shaa-im (Hatim yang gemar berpuasa) seorang anak yatim piatu yang tinggal di pesantren  karena kebaikan dari keluarga sahabatnya bernama Fafa yang  sudah menganggapnya saudara. Hatim dan fafa menuntut ilmu di kota Pare yang suasananya berbeda dengan Pesantren. Karena di kota Pare ini hanya terdengar suara-suara teriakan anak-anak kost yang sedang menghafal kosa kata bahasa Inggris, yang menurutnya tidak pantas diteriakkan pada waktu ba'da magrib. Ba'da magrib, di pesantren, mereka selalu mendengar suara-suara para santri yang sedang melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Berbeda jauh dengan apa yang dialami sekarang .
Mereka sedang tidak berada di pesantren melainkan di Kampung Inggris. Setelah kedatangan Hatim dan Fafa di kampung Inggris, suasana jadi berubah karena Hatim dan Fafa mengisi program Al-Qur'an di Baroroh Hause asrama tempat mereka tinggal dan Nia House (asrama wanita). Sehingga Pare dikatakan Kampung inggris Amar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Selain belajar di asrama, Hatim dan Fafa juga kursus bahasa Inggris di tempat yang ditunjukkan mami Zubaidah (ibu dari Baroroh). Mami Zubaidah dikenalnya sejak mereka datang di kampung Inggris. Di tempat kursusnya itu, Hatim dan Fafa bertemu dengan teman-teman baru yang baru ia lihat pertama kali di tempat kursusnya. Salah satu dari teman itu adalah Azizah, anak manja yang harus dituruti kemauannya, begitulah dikenalnya Azizah oleh Hatim.
Hatim merupakan anak manusia yang tampan dan hamba Allah yang sholeh yang dijuluki dengan Hatim Ash-Shaa-im (Hatim yang gemar berpuasa). Diceritakan dalam novel bahwa perasaan cinta hatim muncul kepada seorang wanita yang sholehah dan cantik. Namun cerita cinta Hatim berbeda dengan nyatanya karena perasaan cintanya tersebut berselisih dengan keinginannya atas hadirnya seorang teman yang ia anggap saudaranya sendiri. Hal itu merupakan cobaan kepada Hatim karena seorang gadis yang ia cintai adalah gadis yang Fafa juga cintai. Pergulatan pun terjadi dalam batin Hatim antara memilih cintanya dengan seorang gadis yang ia dambakan atau memilih persahabatan yang sudah terjalin sejak kecil. Di dalam benaknya berfikir bagaimana ia mampu mempertahankan persahabatan yang sudah lama terjalin dan bagaimana pula ia bisa mendapatkan cintanya yang selama ini ia cari.
Dengan perasaan yang bergejolak tak karuan, atas dasar kesholehan dalam diri Hatim, ia menenangkan hatinya sendiri dengan berserah diri kepada Allah agar dapat memilih keputusan yang tepat. Tanpa sepengetahuan Fafa tentang perasaannya terhadap Baroroh, Hatim mengalah dan rela menyakiti hatinya sendiri. Dan Baroroh pun dengan rasa terpaksa menerima cinta Fafa yang ia tidak  cintai seperti dirinya mencintai Hatim. Dengan itu, Fafa ingin menikahi Baroroh. Namun, Baroroh belum akan menikah jika ibunya (mami Zubaidah) belum menikah. Karena mami Zubaidah mengetahui itu semua, ia berusaha untuk menikah secepatnya untuk kebahagiaan anaknya. Sehingga mami Zubaidah akan menikah dengan temannya yaitu ayah dari Azizah teman Hatim, Fafa, dan Baroroh. Tetapi, tidak berjalan sesuai rencana karena ayah Azizah meninggal dunia akibat suatu kejadian yang tragis dirumahnya sebelum rencana itu dijalankan. Atas kejadian itu mengartikan baha Fafa akan gagal menikahi Baroroh. Demi kebahagiaan seorang sahabat sekaligus seseorang yang dianggap saudaranya, Hatim rela menikah dengan seorang janda beranak satu yaitu ibu dari Baroroh gadis yang ia cintai (mami Zubaidah). Namun pernikahannya tidak berlangsung lama, karena istri Hatim (mami Zubaidah) meninggal dalam perjalanan pada saat mereka pergi berbulan madu akibat kecelakaan kendaraan. Kecelakaan itu terjadi sebelum pernikahan Fafa dan Baroroh.
Kini tiba acara bahagia Fafa, dan Hatim berperan sebagai suami dari ibu calon pengantin Fafa (ayah tiri Baroroh) di sebuah acara akad nikah sekaligus resepsi Fafa dengan Baroroh. Tapi semua itu tidak berlangsung sesuai keinginan, karena Fafa mengetahui ketidaktahuannya selama ini tentang perasaan sahabatnya Hatim, yaitu rahasia Hatim yang sebenarnya mencintai calon pengantinnya sejak dulu lebih awal dari rasa sukanya dia terhadap pengantinnya. Dan mengetahui bahwa juga sebaliknya dengan Baroroh terhadap Hatim. Tak lama dari ketahuan Fafa atas perasaan Hatim dan Baroroh, dengan rasa tidak adil ia berada disisinya sendiri telah menghalangi dan menyakiti temannya sendiri secara tidak sadar. Fafa menyerahkan Baroroh dengan rasa bijak dan sesuai hukum Islam kepada Hatim, di depan para tamu-tamu yang hadir pada saat itu. Tindakan yang dilakukan Fafa sangat tidak disadari akan berlangsung seperti itu oleh Hatim. Namun, Hatim tak bisa menolak akan hal itu dan akhirnya Hatim dan Baroroh resmi menjadi suami istri setelah Ijab-Qabul selesai dan dua orang saksi terdengar mengucapkan "sah".
Selain dari kisah Baroroh yang mencintai Hatim. Hatim juga dicintai oleh sahabat Istrinya yang bernama Azizah sekaligus teman kursus Hatim. Karena Baroroh sangat mencintai suami dan sahabatnya, ia rela (ikhlas) akan suaminya menikahi Azizah. Atas ketulusan dari istrinya, Hatim pun dengan rasa hormat dan menghargai keputusan istrinya untuk menikahi Azizah. Dan sahabat Hatim yaitu Fafa akhirnya menikah dengan Nia, sepupu dari istri pertama Hatim, Baroroh.
Hatim pun memiliki dua istri di kota Pare dan sudah tiga kali lebaran Hatim berada di kota Pare tersebut. Hatim memiliki empat orang anak yaitu dua dari istrinya Baroroh dan dua dari istrinya Azizah.
Begitulah gambaran umum cerita di dalam novel Pare’s Jannatiy karangan A. Badruzzaman Rangga
4.2              Analisis Struktural
Analisis struktural adalah penguraian atau penjelasan unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah karya sastra. Adapun penjelasan tentang unsur-unsur intrinsik dalam novel ini adalah sbagai brikut:
4.2.1        Tokoh dan Penokohan
Tokoh  adalah sosok yang benar-benar mengambil peran dalam cerita tersebut dan penokohan adalah teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Jenis tokoh di bagi atas tokoh utama, tokoh tambahan (andalan dan bawahan), serta tokoh protagonist dan antagonis.
1.      Tokoh utama
Tokoh utama adalah tokoh yang berhubungan dengan setiap peristiwa dan di utamakan penceritaannya di dalam novel yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat tersebut dalam Novel Pare’s jannatiy  tokoh utamanya adalah Hatim dan Baroroh. Tokoh ini sering muncul dan juga merupakan penggerak konflik di dalam cerita, karena munculnya kisah asmara yang mulai dirasakan oleh kedua tokoh tersebut terhadap satu sama lain. Seperti kutipan sebagai berikut:
Hatim nggak sadar kalau di depannya sudah ada unjuan(11), seketikaitu juga ia kaget, saat matanya sekilas menatap ke arah orang yang mengantarkan unjuan itu. Spontan hatinya berdesir. Dia seorang wanita muda, wajahnya cantik, senyumnya manis.” (2009:11)

Mmm… mau ke tempat Nia, tapi programnya belum selesai jadi Baroroh menunggu disini. Ehh Mas, Baroroh kesana dulu ya? Ni Mas tolong dibaca!” Baroroh menyodorkan sepucuk surat.”

2.      Tokoh tambahan
Di bandingkan dengan, tokoh utama, tokoh tambahan dalam Novel “Pare’s Jannatiy” ini lebih banyak dari pada tokoh utama. Tokoh tambahan dibagi menjadi dua yaitu tokoh andalan dan tokoh bawahan.
a.       Tokoh tambahan andalan
Di sebut sebagai tokoh tambahan andalan karena walaupun ia hanya seorang tokoh tambahan akan tetapi ia memperkuat alur cerita dalam novel ini. Tokoh ini kadang memunculkan konflik. Tokohnya antara lain: Fafa, Mami Zubaidah, Azizah.
“Di kamar, Fafa sudah terlihat santai, dia baru saja mengisi program di Baroroh House. Jadwal mereka bergantian, satu malam hatim di Nia House dan malam berikutnya di baroroh House. Begitu juga dengan Fafa.” (2009:50)

“Nggak. Saya pingin Mas Hatim yang menggantikan posisi pak Karman. Kalau masalah yang bisa nyopir tentunya banyak, tapi orang yang seperti Mas Hatim susah carinya.” Mami Zubaidah bersi kukuh.” Tolong mas Hatim. Imbuh mami Zubaidah.” (2009:105)

“Di dalam perjalan menuju Smart Course, Azizah mengendarai mobilnya sambil bernyanyi riang. Ia senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan Hatim, pria berwajah tampan, bertutur kata lembut, dan sopan santun pada dirinya dan semua orang. Oh hatim aku kangen. Jeritnya dalam hati.” (2009:125-126)

b.      Tokoh tambahan bawahan
Tokoh- tokoh ini hanya sebagai pemanis dan pelengkap dalam cerita. Antara lain: Nia, Pak Syakib, Bu Munah, Pak Munadar, Pak Kepung, Mister Kanib, Mbok Jum.
“Namanya Nia. Sebut Syakib. Lengkapnya Maria Ulfa Rubaniah. Imbuh pak Syakib. Hatim tersenyum. Dia belum punya pacar lho…, mas Hatim. Pak Syakib menggoda Nia.” (2009:45)

“Nia hanya menangis lemas dan merangkul bu Munah. Bu Munah hanya daim mematung meneteskan air mata lemas.” (2009:382)

“Hmm…hmm…ada apa hayo?pulang dari kursus kok senyum-senyum nggak seperti biasanya. Tanya pak Munadar, yang tak lain adalah papanya, dengan nda setengah guyon bercampur curiga.” (2009:88)

“Kalau semua yang saya latih sama seperti sampean, saya pasti senang mas. Uji pak kepung setelah mereka yurun dari mobil.” (2009:165)

“Ba’da shalat ashar di teras deoan Baroroh House tampak ramai. Anak-anak House semua berkumpul guna mengikuti program wajib asrama yang diisi dengan storan hafalan vocabulary pada tutor asrama yang tak lain adalah mister Kanib.” (2009:109)

“Ah…mbok Jum ini kayak penyiar radio saja, pakai requestan segala. Eh… mbok. Zizah ikut masak ya? Zizah pingin belajar masak.” (2009:192)

c.       Tokoh protagonist
Tokoh protagonist adalah tokoh yang memegang peranan pimpinan dalam cerita. Dalam penentuan tokoh protagonist dalam  Novel Pare’s Jannatiy  tepat menyebut Hatim, Fafa, Mami Zubaidah, Baroroh.
“Hatim sengaja menjual HPnya untuk membantu Fafa. Sebelumnya meminta izin kepada Azizah untuk menjualnya. Sebenarnya itu tida perlu karena HP itu sudah menjadi hak miliknya, tapi ia tidak ingin mengecewakan pemberinya.” (2009:223)

“Azizah mencintaimu mas. Aku mohon mas menikahinya! Tegas Baroroh.” (2009:421)

“Ini mas bawa motor saja, Smart Course agak jauh lo, nanti kalian telat! Mami Zubaidah menyodorkan kunci sepeda motor.” (2009:76)

“selamat Tim. Selamat kamu sudah menikah, Baroka Allahu Fika wa baroka’alaika wajama’a bainakumaa fii khairi. Fafa mengucapkan selamat kepada Hatim dan membaca doa untuk orang yang baru menikah.” (2009:358)

d.      Tokoh antagonis
Tokoh antagonis dapat di katakan sebagai tokoh yang berposisi dengan tokoh protagonist, secara fisik maupun batin. Secara langsung atau tidak langsung (Panuti, Sudjiman, 1990:6). Akan tetapi, konflik yang di alami oleh tokoh protagonis tidak harus disebabkan oleh seseorang atau beberapa orang antagonis yang berupa individu. Tokoh antagonist pada novel “Pare’s Jannatiy” adalah Alberto karena dia hamper merenggut kehormatan Azizah dan dialah yang menyebabkan meninggalnya pak Munadar ayah dari Azizah. Seperti kutipan sebagai berikut:
“Belum sempat pak Munadar melayangkan aperkat ke rahang Alberto, perut pak Munadar lebih dulu tertembus timah panas. Ternyata Alberto membawa pistol yang diselipkan di pinggang di balik jaketnya. Seketika itu juga darah bercucuran dan pak Munadar tersungkur ambruk.” (2009:265)

“Bert… sebenarnya apa yang kamu inginkan? Tanya Azizah memulai aktingnya. Aku menginginkan keperawananmu. Jawab Alberto ganas sambil terus menariknya.” (2009:130)

4.2.2        Latar / Setting
Latar adalah suasana yang melingkupi dalam novel dapat berupa tempat, waktu dan keadaan sosial budaya yang mengiringi. Latar dalam novel di bagi menjadi:           
4.2.2.1  Latar tempat:
Di dalam Novel Pare’s Jannatiy, terdiri dari beberapa tempat pendukung dalam cerita. Tempat yang telah dipaparkan yaitu sebagai berikut:


a.       Di dalam kamar
Kamar adalah tempat segala aktivitas Hatim, selain dari tempat tidur, juga merupakan tempat berfikir dan membaca untuknya. Sebagaimana kutipannya yaitu:
Di dalam kamarnya, Hatim terlihat pucat dan bingung Dia duduk di bibir samben sembari menutup matanya dengan kedua tangannya. Sementara itu, Fafa sibuk menyiapkan dirinya, berdandan.(2009:341)

Di kamar, Hatim duduk santai sambil baca buku. Walaupun dia belum bisa mengartikan dan memahami apa yang dibaca, karena teksnya sebagian tulisan dengan bahasa inggris, tapi keinginannya untuk membaca tidak surut. Malah dia penasaran dengan buku yang sedang dibacanya. Dia merasa menemukan hal baru dalam hidupnya. (2009:19)

b.      Di ruang tengah
Sang papa tampak sedang menikmati kipas angin di sofa di ruang tengah. Berikut adalah kutipannya:
Saat ia datang membawa juise alpukat permintaan Sang papa, Sang Papa tanpak sedang menikmati kipas angin di sopa di ruang tengah.(2009: 66)

c.       Di Smart Course
Hatim dan Fafa tengah sibuk mengikuti program Grammar di Smart Course. Seperti adanya di dalam novel yaitu:
Hari ini adalah hari pertama mereka mengikuti program  Grammar di Smart Course. (2009: 74)

d.      Di Amben
Amben adalah tempat melepas segala rasa bagi Hatim, karena amben marupakan tempat yang di sukai oleh Hatim sebagai tempat melepas lelah dan tempat mengadu fikiran. Sebagaimana kutipannya:
Hatim merebahkan tubuhnya di amben. Bola matanya berputar-putar mencari yang tidak dapat dicari, terus mencari dan mencari hingga lelah tak dapat mencari. Ia terlelap dalam lelah mencari apa yang tidak dapat dicari. (2009: 225)


4.2.2.2  Latar waktu
Di dalam novel Pare’s Jannatiy terdapat beberapa waktu yang menunjukkan kegiatan para tokoh, dimana kutipan waktu pada novel tersebut sebagai berikut:
a.       Pukul 17.00 WIB
Pada pukul 17.00 WIB biasanya Hatim dan Fafa mengikuti program asrama yaitu hafalan vocab. Seperti kutipannya:
Waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB. Hatim dan Fafa baru saja usai mengikuti program wajib asrama yang dipandu langsung oleh Mister Kanib, selaku tutor di asramanya, Baroroh house, dengan materi hafalan vocab seperti biasa. (2009: 300)


b.      Sekitar pukul 02.00 dini hari
Waktu yang tak pernah terbayang dalam benak Baroroh karena tengah terjadi pada pukul 02.00 suatu kejadian akan kepergian ayahnya. Seperti adanya kutipan:
Malam itu sekitar pukul 02.00 dini hari, ketika ia sedang terlelap dalam balutan selimut hangat, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara pintu kamarnya diketuk kencang tak beraturan oleh Bi’ Isah, pembantunya, dan berteriak memanggil-manggil namanya dengan nada seperti orang sedang ketakutan. (2009: 69)


4.3              Unsur Religiusitas tokoh Hatim dalam novel Pare’s Jannatiy karya A. Badruzzaman Rangga
Pendekatan pragmatis adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu pada pembaca. Dalam hal ini, tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama maupun tujuan yang lain.
Melihat karya sastra sebagai sarana penyampaian suatu pesan yang mendidik, melalui pendekatan pragmatik peneliti berusaha mencari nilai-nilai yang terkandung dalam novel. Untuk mencapai salah satu tujuan di atas, peneliti disini mencari nilai Religius pada novel “Pare’s Jannatiy ”.
Unsur religiusitas tokoh Hatim sudah terlihat sejak awal sampai akhir cerita. Hampir seluruh bagian cerita memberikan gambar kedekatan tokoh Hatim dengan unsur religiusitas. Unsur-unsur religiusitas tersebut meliputi: aqidah, syariah, dan akhlak tokoh Hatim. Untuk lebih jelasnya maka unsur tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
4.3.1        Aqidah
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa aqidah adalah keyakinan dasar yang menguatkan atau meneguhkan jiwa sehingga jiwa terbebas dari rasa kebimbangan atau keraguan didalam islam disebut dengan iman. Oleh karena itu, peneliti akan membahas hal-hal yang fundamental yang terkait dengan skripsi ini dalam aqidah adalah sebagai berikut:
a.       Ketauhidan
Unsur ketauhidan tokoh Hatim terlihat dari berbagai segi sebagai berikut: bimbingan orang tua untuk mengenal Allah SWT, dan Rasul-Nya sejak kecil, cara Hatim mewujudkan kasih sayangnya dengan menyebut nama Allah dan menjalankan segala perintah Allah yang menjadi kewajiban ummat Islam di dunia. Sebagaimana kutipan dalam novel sebagai berikut:
“Ikomahpun dikumandangkan. Jama’ah menata shaffnya. Hatim takbiratul ikhram beserta membaca niat shalat dihatinya, lalu membaca sunnah iftitah dengan sirri. Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Lahab dengan sangat jaher(16). Bacaannya yang tartil ditambah suaranya yang merdu membuat jamaah tersihir, terbuai dalam keindahan lantunan ayat-ayat Al-Quran yang dibacanya. Merekapun  bersatu dalam kekhusyu’an ” (2009:16).

“Tepat  azan isya’ dikumandangkan, Hatim langsung menutup programnya. Anak-anak membubarkan diri, kemudian kembali ke kamarnya masing-masing. Hatim tidak langsung pulang ke asramanya, ia ke masjid dulu untuk menunaikan shalat isya’ “ (2009:118).

Kutipan di atas memaparkan bahwa Hatim begitu patuh untuk menjalankan segala perintah Allah SWT. Sehingga apapun segala kegiatan dan keluh kesah hatinya ia mengadu kepada-Nya. Dan ketika tertimpa masalah, Hatim berserah diri kepada Allah mengharapkan agar di ampuni dosanya. Karena hatim meyakini tiada yang patut ia cintai di dunia hanya Allah dan junjungan-Nya.
b.      Iman terhadap Takdir
Keikhlasan hati Hatim dalam menerima segala cobaan menjadi salah satu bukti kepercayaannya terhadap Allah SWT; terhadap dirinya yang ditinggalkan orang tuanya sejak berumur 7 tahun menghadap kepada Allah dan jalan cintanya terhadap  baroroh yang terbentur karena sahabatnya sendiri mencintainya juga. Sebagaimana kutipan di dalam novel sebagai berikut:
“Selang tiga bulan ayahnya meninggal, ibunya menyusul meninggalkan dirinya sebatangkara di dunia ini. Kematian ayahnya menyebabkan ibunya stress dan jatuh sakit”. (2009:56)

“ Hatim menerimanya dan tidak berkata apa-apa. Ia hanya diam menangisi nasibnya sendiri dalam hati. Baroroh sudah berlalu, tapi ia tetap berdiri di tempatnya, menikmati kesedihannya atas prilaku baroroh kepadanya. Tak terasa saksi kesedihan itu menitik di sudut-sudut matanya “. (2009:208)
“ Berawal dari selembar kertas yang di tangannya itu, kini menjadi seperti ini. Selembar kertas yang ia rasa akan membuatnya bahagia menerimanya tapi semua itu tidak sesuai dengan kenyataan dan angan-angannya”.
“ Kenapa… kau juga mencintainya fa, kenapa…?”
 “Jerit Hatim dalam hati.” (2009: 47)

Dengan hati yang ikhlas dan terluka, Htim menerima semua yang telah menjadi takdirnya dan kisah cintanya. Karena Hatim percaya terhadap takdir Tuhan dengan sungguh-sungguh serta menerima keadaan itu dengan wajar. Hatim menyadari bahwa ia telah salah memberikan semua harapannya kepada orang yang tidak pantas menerimanya. Allah dan Rasul-Nya yang lebih pantas dicintai lebih dari segalanya.
4.3.2        Syariah
Menurut Ahmadi dan Salimi (2008:237) mendefinisikan bahwa syariah adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia, yang berisi tata cara atau pengetahuan perilaku hidup manusia dalam melakukan hubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitarnya untuk mencapai keridhaan Allah yaitu keselamatan di dunia dan di akhirat. Ketundukan dan kepatuhan Hatim kepada Allah dengan beribadah secara tekun dan selalu menjunjung tinggi nilai syara’ serta mengingat akan hakikatnya sebagai manusia yang sebenarnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan kutipan berikut:

“Mendengar kata-kata Azizah sepontan wajah Hatim menjadi merah. Dia tidak terima dengan kata-kata Azizah. Ia bukannya tidak terima karena ia dikatain ndeso, tapi ia tidak terima karena komitmennya sebagai muslim yang menjunjung tinggi nilai syara’ dilecehkan”. (2009: 83)

“ Tubuhnya tetap terlihat kekar, streg(1), padahal setiap hari ia berpuasa kecuali di dua hari raya dan hari-hari tasyrik yaitu 11, 12, dan 13 pada bulan Dzulhijjah “. (2009: 93)
“Akhirnya  Hatim memutuskan untuk tidak mengambil jatah makannya di ndalem Kyai Salim.Untuk makan sehari-hari, ia hanya makan singkong.Ia meminta dua buah pada Bu Nyai untuk dibakar, yang sebuah ia makan untuk berbuka puasa danyang sebuah lagi ia makan pada waktu sahur “.(2009:96)
“Mendengar jawaban Hatim seperti itu, akhirnya Pak Kyai Salim dapat memakluminya karena tirakat puasa mutih sudah menjadi tradisi di dunia pesantren,khususnya pesantren salaf. Para santri biasanya melakukan puasa mutih ini ada yang 3 hari,11 hari,21 hari, dan 41 hari, tergantung kemampuan dan hajat masing-masing. Biasanya bagi mereka yang melakukan tirakat ini untuk mendalami ilmu kebatinan. Tapi Hatim melakukanya waktu itu bukan untuk mutih, melainkan untuk meringankan keluarga Ndalem “.(2009:97)
“Sudah sekitar 7 tahun ini ia menjalani hari-harinya dengan berpuasa. Setiap kali ditanya, jawabannya hanya,”nanti kalau sudah menikah baru aku akan berhenti." Krena setiap hari berpuasa sampai-sampai di pondoknya dijuluki Hatim ‘Ash Shaa-im’(Hatim yang gemar berpuasa)”.(2009:116)
“Hatim, Baroroh, Azizah, dan Fafa beserta Nia,mereka semua menuaikan ibadah haji bersama satu tahun yang lalu. Dan sepulang dari tanah suci itu  meraka sepakat untuk memberi nama pesantren mereka dengan satu nama yaitu Pondok Pesantren “Daruts Tsawub”.”(2009:428)


Kutipan di atas memaparkan bahwa, Hatim begitu patuh dalam menjalankan perintah Allah SWT. Untuk menyembah sesuai dengan perintah-Nya, mengerjakan segala yang menjadi kewajiban muslim untuk melaksanakan kewajibannya dari semua rukun Islam. Hatim melakukan ibadahnya dan tak lepas dari berzikir mengingat Allah.
4.3.3        Akhlak
Akhlak merupakan tingkah laku, budi pekerti yang melekat dalam jiwa seseorang  untuk melakukan hal atau perbuatan .Inti dari akhlak adalah tingkah laku baik dan buruk dari seorang muslim. Oleh sebab itu, peneliti akan membahas masalah tingkah laku  atau perbuatan yang dimaksud dari definisi akhlak di atas, antara lain sebagai berikut:
a.       Akhlak kepada Allah
Tokoh Hatim selalu menggambarkan berakhlak dan merendahkan diri hanya kepada Allah. Berakhlak kepada Allah untuk tetap tunduk atas apapun yang telah terjadi kepadanya. Ketundukan tersebut dapat diungkapkan dari tata cara, tingkah laku, maupun perkataannya. Sebagaiman kutipan tersebut yaitu:
 “Hatim memperhatikan jalan Mami Zubaidah sejenak dan “astagfirullahal ‘adzim” beristigfar lalu memalingkan wajahnya pada Fafa.” (2009:77)
Astagfirullahhal’adzim.” Refleks mulutnya beristigfar. Bukan main indahnya bila dipandang mata tapi tidak di hati yang suci, di hati orang-orang yang beriman, orang yang takut akan azab Tuhan. Mata Hatim mencari Mister Kanib dan Fafa ke setiap sudut di dalam hati ia berdo’a semoga mereka tidak berada di situ, di tempat yang menurutnya tidak baik menurut agama.” (2009:167)

Alhamdulillahirobbil’alamiin. Ayo turun! ajak Hatim setelah mematikan mesin.” (2009:176)

Seperti paparan kutipan di atas, berakhlak kepada Allah dapat ditunjukkan dengan beribadah, berzikir, berdoa, dan tawakkal kepada Allah. Sebagaimana akhlak yang ditunjukkan oleh tokoh Hatim. Hal tersebut merupakan aktivitas keseharian yang tidak terlupakan olehnya. Karena bagi Hatim, Akhlah kepada Allah adalah membawa ketenangan tersendiri di dalam hati.

b.      Akhlak kepada Orang Tua
Tokoh Hatim dan Baroroh digambarkan sebagai insan yang sholeh dan sholehah yang sangat menyayangi orang tuanya dengan berbakti kepadanya melalaui tingkah, laku, dan do’a. kutipan yang menggambarkan hal tersebut sebagai berikut:
“Setelah melaksanakan sunnah dua rakaat, Baroroh berdoa. Ia memohon ampun segala dosa-dosanya, dosa mamanya, dan tak lupa pula dosa papanya.“(2009:65)

Seperti yang telah di paparkan, Akhlak merupakan tingkah laku, budi pekerti yang melekat dalam jiwa seseorang  untuk melakukan hal atau perbuatan, dan  Akhlak juga sering disebut dengan moral. Tingkah laku yang baik terhadap orang tua adalah termasuk berakhlak kepada orang tua. Seperti halnya dilakukan tokoh dalam kutipan juga bagian dari berakhlak kepada orang tua.

c.       Akhlak dalam menerima Ketentuan Allah
Kesabaran dan ketabahan beberapa tokoh dalam novel menerima ketentuan dari Allah menjadi salah satu hal yang mendominasi pada novel tersebut, dimana jodoh, rizki, dan maut Tuhan lah yang menentukannya. Manusia mempunyai kewajiban untuk berusaha dan berdoa seperti salah satunya hal yang menimpa tokoh Hatim meskipun pada dasarnya ia berasal dari keluarga yang tidak berada.
“Waktu itu Hatim kecil terkapar menahan lapar dan sakit yang semakin parah, hingga di suatu malam ketika aku dalam posisi hidup dan mati, ada seseorang yang datang bagai malaikat menolongku dan dengan lantaran uluran tangan dan belas kasihanyalah si hatim kecil itu dapat hidup hingga sekarang ini.” (2009:295)

“Masalah berhasil atau tidaknya, kita serahkan saja pada Yang Kuasa. Dan apapun dan bagaimanapun kehendak Allah, itu pasti yang terbaik menurut Allah buat kita, terang Hatim.”(2009:302)

“Sudahlah Zah. Dokter itu bilang papamu baik-baik saja. Lebih baik kita berdoa agar Allah selalu melindingi papamu dan kita semua. Ucap Baroroh.” (2009:271)

Ditinjau dari paparan di atas, Akhlak dalam menerima ketentuan Allah merupakan salah satu bagian dari perilaku yang terpuji. Seperti halnya yang dilakukan tokoh Hatim dalam menerima ketentuan Allah pada dirinya. Kesadaran akan apapun yang telah dilimpahkan Allah dan juga yakin bahwa Allah tengah menguji keimanannya atas apa yang dialaminya.

d.      Perasaan Malu
Rasa malu yang di alami oleh para tokoh di dalam novel tersebut hanya beberapa tokoh yang mengalami hal tersebut. Seperti kutipan yaitu sebagai berikut:
“Baroroh menghela nafas dan melanjutkan. “malam itu, Baroroh sadar dengan apa yang sudah Barorroh lakukan sama mas. Baroroh minta maaf mas. Baroroh sudah menghina mas seperti itu. Mengingat itu Baroroh jadi malu mas. Sekali lagi Baroroh minta maaf mas. Hiks…hiks…hiks…”. Baroroh menangis.” (2009:274)

“Pak Munadar tersenyum. Hatim cengar-cengir malu. Azizah tersenyum senang pujaannya masih jomblo.” (2009:256)

“Ia malu karena merasa dirinya sudah tidak ada harganya lagi. Kesombongan akan kecantikan dan kekayaan yang ada pada dirinya seakan-akan terempas oleh penggalan kata-kata dalam SMS Hatim.” (2009:187)

 Seperti yang diuraikan di atas, perasaan malu (Al-haya) merupakan basis nilai-nilai keutamaan dan menjadi dasar akhlak yang mulia (Akhlakul karimah) bagi orang mukmin. Sebab dengan mempunyai rasa malu kepada Allah akan menjadi dasar timbulnya perasaan malu terhadap orang lain dan diri sendiri.

BAB V
SIMPULAN

5.1              Simpulan
Berdsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan sebagi berikut:
1.      Analisis Struktural
Analisis struktural yang terdapat dalam novel ini antara lain:
a.       Tokoh dan penokohan novel Pare’s Jannatiy menggambarkan  tokoh-tokoh yang ada di novel tersebut  yakni  tokoh utama, tokoh tambahan, protagonist, dan antagonis.
b.      Latar pada novel Pare’s Jannatiy menggambarkan  peristiwa yang terjadi di Pare’ (Kampung inggris).
2.      Analisis Pragmatik
Analisis pragmatik  yang terdapat dalam novel ini antara lain:
a.       Akidah
Akidah merupakan kepercayan  kepada Allah  dan hal ihwal yang  berhubungan dengan Allah. Hal-hal fundamental di dalam akidah antara lain: (1) Tauhid,(2) Iman terhadap takdir.
b.      Syariah
Syariah adalah tata cara pengaturantentang perilaku hidup manusia, yang berisi tata cara atau pengetahuan perilaku hidup manusia dala melakukan hubungan dengan Allah, sesame manusia, dan alam sekitarnya untuk mencapi keridhaan Allah yaitu untuk keselamatan di dunia dan di akhirat.
c.       Akhlak
Akhlak merupakan tingkah laku, budi pekerti yang melekat dalam jiwa seseorang untuk melakukan hal atau perbuatan. Inti dari akhlak  adalah tingkah laku baik dan buruk  dari seorang muslim. Oleh sebab itu, tingkah laku yang dimaksud, antara lain: (1) Akhlak kepada Allah,
(2)Akhlak Kepada Orang Tua, (3)Akhlak dalam menerima ketentuan Allah, (4)Perasan malu.

5.2              Saran
Berdasarkan analisis dan berbagai kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini akan dikemukakan saran-saran  sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat dijadikan  sumbangan pemikiran bagi peneliti selanjutnya,khususnya tentang unsur religiusitas.
2. Penulis berharap agar penelitian ini dapat di sosialisasikan kepada masyarakat untuk menambah wawasannya tentang unsur  religiusitas dalam sebuah karya sastra khususnya.
3. Diharapkan untuk selanjutnya karya sastra bukan sekedar  menjadi bahan bacaan sesaat, melainkan menjadi  suatu kajian menarik  guna mendapatkan pelajaran.
4. Agar para pembaca  dan peneliti karya sastra meningkatkan apresiasi positifnya terhadap karya sastra.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. 2008. Dasar-dasar pendidikan Agama Islam (Untuk Perguruan Tinngi). Jakarta: Bumi Aksara
Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Arafah, Saidah. 2005. Aspek religiusitas Novel dibawah Lindungan Ka'bah Karya Hamka. Skripsi : FKIP Universits Mataram
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinngi Umum. Jakarta: Departemen Agama
Ball, J Van. 1971. Symbols for Communication: An Introduction to the Anthropological study of Religion. Assen: van Gorcum & Company N. V.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Menengah Umum Departemen Agama,,1994, Pendidikan Agama Islam, Bandung Lubuk Agung
http:// pendidikan.blogspot.com/2011/03/religi-dan-agama.html
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. PT Remaja Rosdakarya. Bandung : 2000
Koentjaraningrat. 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat, 1977
Moleong, lexy. 1984. Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Remaja karya
Nasution. S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kulitatif. Bandung,Transito.
Nata, Abuddin. Metologi Studi Islam. PT Grafindo Persada. Jakarta : 2010
Nugriyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Gadjah Mada University Press
Rangga, A. Badruzzaman. 2009. Novel Pare's Jannatiy. Kediri Jawa Timur: Kaysa Media
Ramulyo, Mohd Idris. 2004. Asas-asas Hukum Islam, edisi Revisi. Jakarta: Siran Grafika.
Rejono, Imam. 1996. Nilai-nilai Religiusitas dalam sastra lampung: Pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sari, Dian. 2011. Aspek religiusitas novel Titian Nabi Karya Muhammad masykur A.R. Said Serta hubungannya dengan pembelajaran Apresiasi Sastra di SM. Skripsi: FKIP Universitas Mataram
Siswantoro. 2010. Analisis Pisikologis. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Subana M, Sudrajat. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. CV: Pustaka Setia
Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta:  Pustaka
Zuhairini, Siti. 2007. Analisis Unsur Intrinsik dan Aspek religiusitas Novel Selamah karya Ali Ahmad Baktsir. Skripsi : FKIP Universitas Mataram