SKRIPSI
ANALISIS UNSUR
RELIGIUS PADA NOVEL “ PARE’S JANNATIY “ KARYA A. BADRUZZAMAN RANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ilmu
sastra menunjukkan keistimewaan dan juga keanehan yang mungkin tidak dapat
dilihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lain, yaitu objek utama
penelitiantidak tentu dan tidak jelas.Sastra merupakan renungan gambaran
kehidupan yang disajisecara luas dan mendalam, sehingga dapat mewakili
persoalan persoalan zamandan masyarakat tertentu yang memiliki pengaruh yang
menentuakan tema-tema yang diangkat dalam karya-karya tersebut.
Maka
suatu kewajiban apabila dalam karya-karya sastra sering kita tentukan
kisah-kisah yang bertemakan masyarakat, hak-hak, politik sosial, agama budaya
dan cita-cita.Karena itu bukanlah merupakan hayalan dan daya imajinasi
seseorang pengarang melainkan suatu karya yang dihasilkan lewat tempaan
pengalaman.
Sastra
senantiasa mengungkapkan kehidupan yang luas, mendalam dan juga kehidupan
manusia yang penuh tantangan serta perjuangan.Sastra juga berisikan cerita
kemanusiaan, isyarat keimanan, cinta kasih, kejujuran dan realita.Banyak karya
sastra yang jika terdapat hal-hal yang kurang menguntungkan dalam kehidupan
masyarakat.
Sastra
bisa disebut juga karya seni, karena mempunyai sifat yang sama dengan karya
seni yang lain, seperti seni suara, seni lukis, seni pahat dan lain-lain.
Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia menyikapkan rahasia keadaannya,
untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan kebenaran,
yang membedakannya dengan seni yang lain adalah bahwa sastra memiliki aspek
bahasa.
Sebagai
genre sastra karya fiksi dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu
roman, novel maupun cerven. Perbedaannya hanya terletak pada kadar panjang
pendeknya isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung isi cerita itu
sendiri.
Karya
sastra novel dan roman merupakan bagian dari prosa yang dekat dengan masyarakat
karena jalan ceritanya tidak jauh dari realitas kehidupan masyarakat. Novel
memiliki cerita yang mengemukakan suatu cerita secara bebas, menyajikan sesuatu
secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail dan lebih banyak melibatkan
berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Biasanya juga melukiskan suka, duka,
cinta dan adat istiadat.
Selain
itu juga karya satra memberikan pesan moral yang berwujud nilai religius. Nilai
sangat mempengaruhi prilaku dan tindakan manusia baik yang dilakukan secara
perorangan maupun kelompok. Nilai religiusitas dalam karya sastra sangat
diperlukan karena sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius.
Dengan
adanya nilai religius, dapat memberi kesadaran batin untuk membuat kebaikan,
dan perlu ditanamkan kesadaran tentang pemahaman dan penghayatan terhadap nilai
religius terutama pada zaman globalisasi sekarang ini sangat diperlukan sebuah
karya fiksi berupa novel atau roman memiliki nilai religius sebagai pembangun
iman.
Karya
sastra dapat digunakan untuk membentuk sikap dan kepribadian yang matang dan
dewasa. sastra juga merupakan
sarana untuk menanamkan kesadaran dan penghayatan tentang nilai-nilai
kemanusiaan secara mendalam.
Novel
ini menceritakan tentang penggugah jiwa dan pengenalan fiqh melalui sebuah
kisah cinta yang begitu unik dan menarik. Novel ini mengisahkan seorang Pemuda
yang bernama Hatim Ash-Shaa-im (Hatim yang gemar berpuasa) seorang anak yatim
piatu yang tinggal di pesantren karena
kebaikan dari keluarga sahabatnya bernama Fafa yang sudah menganggapnya saudara. Hatim dan fafa
menuntut ilmu di kota Pare yang suasananya berbeda dengan Pesantren. Karena di
kota Pare ini hanya terdengar suara-suara teriakan anak-anak kost yang sedang
menghapal kosakata bahasa Inggris, yang menurutnya tidak pantas diterikkan pada
waktu ba'da magrib. Ba'da magrib, di pesantren, mereka selalu mendengar
suara-suara para santri yang sedang melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Berbeda jauh dengan apa yang dialami sekarang .
Setelah
kedatangan Hatim di kampung Inggris ini suasana jadi berubah karena Hatim dan
fafa mengisi Program Al-Qur'an di Baroroh Hause.Sehingga Kampung Inggris
dikatakan Kampung inggris Amar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Novel
ini juga menceritakan tentang pergaulan batin anak manusia yang tanpan dan
hamba Allah yang sholeh bernama Hatim Ash-Shaa-im.(Hatim yang gemar berpuasa)
Pergulatan batin antara memilih cintanya dengan seorang wanita cantik dan
sholehah yang sesuai dengan harapannya, atau memilih persahabatan yang sudah
terjalin sejak kecil. Dengan kesolehanya bagaimana ia mampu mempertahankan
persahabatan yang sudah lama terjalin dan bagaimana pula ia bisa mendapatkan
cintanya yang selama ini ia cari. Novel ini juga mengisahkan perjalanan
hidupnya dalam mencari kebahagiaan yang didambanya yang penuh lika-liku.
Berdasarkan
hal-hal di atas, maka karya sastra mempunyai manfaat yang sangat besar bagi
pembacanya. Dengan beberapa pertimbangan yang sesuai dengan uraian di atas,
maka perlu diadakan pengkajian atau penelitian terhadap karya sastra novel “Pare’s Jannatiy” karya A. Badruzzaman
Rangga.
Di
dalam novel “Pare’s Jannatiy” karya
A. Badruzzaman Rangga peneliti mengangkat judul tentang unsur nilai religius.
Novel tersebut merupakan salah satu novel religius yang mencoba untuk
mengenalkan ilmu fiqh dan membangun iman, yang mampu meberikan kesadaran akan
mengusung semangat pencari kebenaran Islam, dan pengetahuan yang dapat
dijadikan acuan dalam kehidupanbagi pembacanya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat ditemukan rumusan masalah. Bagaimanakah deskripsi unsur religius( Aqidah, Syariah dan Akhlak) Tokoh Hatim dalam
novel “Pare’s Jannatiy” karya A.
Badruzzaman Rangga.
1.3
Batasan Masalah
Agar
memudahkan penulis untuk menganalisis data, penulis akan membatasi masalah pada
uraian-uraian mengenai Analisis unsur nilai Religi (Aqidah, syariah dan
akhlak) dan yang
bertujuan untuk mengenalkan ilmu Fiqh yang menggugah jiwa melalui sebuah kisah
cinta yang begitu unik dan menarik kepada pembaca dalam novel "Pare's Jannatiy" Karya A. Badruzzaman Rangga.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan UnsurReligius yang terkandung
dalam novel “Pare’s Jannatiy” karya
A. Badruzzaman Rangga dengan mencermati unsur-unsur pembangun totalitas.
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat
Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan:
a.
Dapat bermanfaat bagi
penelitian sastra terutama dalam bidang pendidikan.
b.
Dapat dijadikan sebagai
motivasi dan acuan bagi peneliti lanjutan, sehingga memperoleh konsep baru yang
akan memperkaya wawasan dan pengetahuan kita dalam bidang sastra.
1.5.2 Manfaat
Praktis
Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Bahan
informasi bagi pembaca untuk menambah pengetahuan tentang nilai religius dalam
novel “Pare’s Jannatiy” karya A.
Badruzzaman Rangga.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penegasan Pengertian Istilah
2.1.1
Religius
Adapun Kata Religi berasal dari bahasa latin. Menurut
satu pendapat, demikian Harun Nasution
mengatakan, bahwa asal kata Religi adalah Relegere yang mengnadung arti
mengumpulkan dan membaca. Penertian demikian itu juga sejalan dengan isi agama
yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada tuhan yang terkumpul dalam
kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari
religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat
mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh
manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia
dengan Tuhan.
Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun
Nasution menyimpulkan bahwa inti sari yang terkandung istilah-istilah di atas ialah
ikatan.Agama memang menandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia.Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia
sehari-hari.Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia.
2.1.2
Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis
secara naratif,biasanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebut
novelis.Kata novel berasal dari Bahasa Italia novella yang berarti" Sebuah
kisah atau sepotong berita".
Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang
mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang
sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya.Dari segi
panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu novel
dapat menemukan sesuatu secara bebas menyajikan sesuatu secara lebih banyak,
lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan
yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur serita yang memnangun
novel itu.
2.2
Penelitian
yang Relevan
Penelitian
yang membahas tentang analisis unsur
Religi pada Novel Pare's Jannatiy
karya A. Badruzzaman Rangga. Sejauh pengetahuan
penulis belum pernah dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian yang dapat
dijadikan sebagai referensi.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rejono (1996) yang berjudul
Nilai-nilai Religiusitas dalam sastra Lampung. Dalam penelitiannya Rejono
menyimpulkan bahwa nilai-nilai religiusitas dalam sastra Lampung adalah :
1.
Kejahatan akan
dikalahkan oleh kebaikan
2.
Kecerdasan dapat
mengatasi kesulitan
3.
Orang yang takwa
tunduk dan taat kepada tuhanya
4.
Cinta tidak
takut akan pengorbanan
Banyak rintangan yang menghadang orang yang akan mengejar cita-cita.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) yang berjudul Aspek
Religiusitas Novel "Titian Nabi" Karya Muhammad Masykur A.R.
Said serta hubungannya dengan pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA.
Adapun persamaan dari penelitian Sari dengan peneliti adalah sama-sama
menganalisis aspek Religiusitas novel sedangkan perbedaannya Sari menganalisis
Religiusitas novel serta hubungannya dengan pembelajaran apresiasi sastra di
SMA. Sedangkan peneliti hanya menganalisis aspek religiusitas novel.
Penelitian yang dilakukan oleh Zuhairini (2007) dengan judul analisis
intrinsik dan aspek religiusitas novel Salamah Karya Ali Ahmad Batsir. Adapun
dalam penelitiannya disimpulkan bahwa novel Salamah memiliki pesan religiusitas
dan komplik sosial yang di sajikan secara mendalam melalui cerita tersebut.
Novel ini memberikan gambaran bahwa cinta yang tidak dilandasi aqidah akan
membawa keburukan.
Adapun penelitian lain yang berhubungan dengan masalah
religiusitas antara lain dilakukan oleh Arafah (2005) yang berjudul Aspek
religiusitas novel dibawah lindungan Ka'bah Karya Hamka. Dalam penelitian ini
Arfah menyimpulkan bahwa aspek religiusitas yang mengkaji implementasi cahaya
akidah seorang manusia dalam mengabdikan seumur hidupnya hanya untuk Allah
SWT.Terpisah dari pergaulan manusia dan hanya untuk Allah SWT.
2.3
Landasan teori
2.3.1
Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis
secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebut novelis. Kata
novel berasal dari Bahasa Italia novella yang berarti “Sebuah kisah atau
sepotong berita”.
Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang
mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang
sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya. Dari segi
panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu novel
dapat menemukan sesuatu secara bebas menyajikan sesuatu secara lebih banyak,
lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan
yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur serita yang memnangun
novel itu.
Novel digolongkan menjadi dua yaitu Novel serius dan
novel Populer.Kita dapat saja membedakan antara novel serius dengan novel
popuer. Namun, bagaimanapun “ adanya” perbedaan itu tetap saja kabur, tidak
jelas benar batas-batas pemisahnya. Ciri-ciri yang ditemukan pada novel serius-
yang biasanya dipertentangkan dengan novel populer-sering juga ditemui pada
novel-novel populer, atau sebaliknya. Apalagi jika pencirian yang dilakukan itu
bersifat umum, digeneralisasikan pada semua karya serius ataupun populer. Tak
jarang novel-novel dikategorikan sebagai populer memiliki kualitas literer yang
tinggi, dan dapat juga terjadi sebaliknya.
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya
dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja.Ia menampilkan
masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada
tingkat permukaan. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat
artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak
memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Ia, biasanya, cepat dilupakan
orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa
sesudahnya.
Novel serius tidak bersifat
mengabdi kepada selera pembaca, dan memang, pembaca novel jenis ini tidak (mungkin)
banyak. Hal itu tidak perlu dirisaukan benar (walau tentu saja hal itu tetap
saja memprihatinkan). Sedangkan novel
populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang
semata-mata menyampaikan cerita. ia “tidak berpretensi” mengejar efek estetis, melainkan memberikan hiburan langsung dari
aksi ceritanya. Masalah yang diceritakanpun yang ringan-ringan, tapi akatual
dan menarik, yang terlihat hanya pada masalah
yang “itu-itu” saja cinta asmara (barangkali dengan sedikit
berbau porno) dengan model kehidupan yang berbau mewah.
2.3.2
Unsur-unsur
Novel
Unsur-unsur yang ada dalam
novel yaitu :
1.
Unsur Intrinsik
(intrinsic)
Unsur Intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya
satra hadir sebagi karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai
jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah
unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan
antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud atau
sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (Cerita) inilah
yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel.
2.
Unsur Ekstrinsik
(Exstrinsic)
Unsur Ekstrinsik (Exstrinsic) adalah unsur-unsur yang
berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat
dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya
sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian,
unsur ektrinsik cukup berpengaruh (untuk tidak dikatakan : Cukup menentukan)
terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur
Ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Adapun
unsur-unsur dasar dalam religi yaitu :
1.
Emosi keagamaan
atau getaran jiwa menyebabkan manusia menjalankan kelakukan keagamaan yang
menyebabkan kelakuannya mempunyai nilai keramat atau sacret value.
2.
Sistem
kepercayaan atau bayangan manusia tentang bentuk-bentuk dunia, alam gaib dan
alam maut.
3.
Sistem upacara
keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib.
4.
Kelompok keagaan
atau kesatuan sosial yang mengkonsepkan dan mengaktifkan religi.
2.3.3
Penokohan
Menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:165) tokoh certa (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif,atau drama, yang oleh pembaca di tafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan yang
dilakukan dalam tindakan.
Peristiwa
dalam karya fiksi seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban
oleh tokoh atau pelaku tertentu. Pelaku yang menggambrkan peristiwa dalam
cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan
tokoh, sedangkan pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut dengan
penokohan (Aminuddin, 2010:79).
Aminuddin
(2010:79) juga membedakan tokoh dari segi peranan dan tingkat pentingnya
menjadi dua, yaitu (1) tokoh utama atau tokoh inti, tokoh yang memiliki peranan
penting, dan (2) tokoh tambahan atau tokoh pembantu, tokoh yang mempunyai
peranan kurang penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani, dan
mendukung tokoh utama.
Nurgiyantoro
(2010:194-198) juga membedakan teknik pelukisan tokoh mejadi dua bagian yaitu,
(1) teknik ekspositori atau teknik analitik adalah teknik pelukisan tokoh
cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara
langsung tentang tokoh yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku,
dan juga ciri fisiknya, sedangkan, (2) teknik dramatik adalah teknik pelukisan
tokoh yang dilakukan secara tidak langsung. Artinya pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit,sifat, sikap dan tingkah laku tokoh melainkan
memberikan tokoh cerita menunjukkan dirinya sendiri melalui berbagai aktivitas
yang dilakukannya, baik secara verbal lewat kata maupun non-verbal lewat
tindakan dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Watak,
perwatakan dan karakter menunjukkan pada sifat dan sikap para tokoh yang
ditapsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.
Sehubungan dengan watak ini pelaku dibagi menjadi pelaku protagonis dan pelaku
antagonis. Pelaku protagonis adalah pelaku yang mempunyai watak yang baik
sehingga disenangi oleh pembaca, sedangkan pelaku antagonis adalah pelaku yang
memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan pembaca (Aminuddin,
2010:80).
Selanjutnya
ia menerangkan bahwa upaya memahami watak pelaku, pembaca bisa menelusuri lewat
(1) tuturan pengarang terhadap kerakteristik pelaku, (2) gambaran yang
diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun caranya
berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana pelakunya, (4) melihat bagaimana tokoh
itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya,
(6) melihat bagaiman tokoh lain berbicara tentang dirinya, (7) melihat
bagaimana tokoh lain berbicara dengannya, (8) bagaimana tokoh-tokoh lain
memberi reaksi terhadapnya, dan (9) melihat tokoh itu dalam tokoh lain
(Aminuddin, 2010:80-81).
Berdasarkan
keterangan di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa penokohan adalah
penciptaan sebuah karakter atau tokoh dalam sebuah cerita. Pengarang akan
menciptakan sebuah karakter atau tokoh dengan sangat nyata, hal ini bertujuan
agar para pembaca merasa bahwa tokoh karakter itu benar-benar ada dan tokoh
fiksi semata.
2.3.4
Nilai
Religius
2.3.4.1
Pengertian
Religi
Adapun kata Religi berasal dari bahasa latin. Menurut
satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata Religi
adalah Relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca.Pengertian itu
juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi pada
Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain,
kata itu berasal dari kata Religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama
memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia.Dalam agama lebih lanjut lagi
memang mengikat manusia dengan tuhan.
Menurut the wold
book dictionary, kata Religioucity
berarti regious feeling or sentiment
atau perasaan keagamaan. Religi lebih luas artinya karena lebih mengarah pada
masalah personalitas dan bersifat dinamis karna lebih menonjolkan eksistensinya
sebagai manusia.
Lebih jauh mangun wijaya (dalam Nurgiyantoro, 2010: 326-327)
mengemukakan bahwa perbedaan agama dengan religiusitas. Agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian pada tuhan dengan hukum – hukum yang resmi. Sedangkan
religiussitas bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang
tampak, formal dan resmi.
Religiusitas berkaitan dengan kebebasan orang untuk
menjaga kualitas keberagamannya jika dilihat dari dimensi yang paling dalam dan
personal yang acapkali berada diluar kategori – kategori ajaran agama. (Ratnawati
dalam Saidah Arafah, 2005:17).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Religiusitas
adalah suatu perasaan keagamaan yang lebih mengarah pada eksistensinya sebagi
manusia karena bersifat personalitas dan cakupannya pun lebih luas dari pada
agama yang hanya terbatas pada ajaran-ajaran dan pertautan-pertautan.
Religiusitas
dalam Konteks ini meliputi beberapa unsur fundamental yaitu: Aqidah, syariah,
akhlak dan ilmu Fiqh, empat hal dari unsur religi ini tidak dapat dipisahkan
karena sangat berkaitan dengan yang lainnya. Berikut akan diuraikan hal yang
berkaitan dengan empat unsur tersebut:
1.
Aqidah
Aqidah secara bahasa berarti ikatan, secara
terminologi berarti landasan yang mengikat, yaitu keimanan, itu sebabnya ilmu
tauhid disebut ilmu aqoid (jamak aqidah)
Aqidah menurut Azra dkk (2002: 103-104) merupakan
ajaran tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini dan diimani oleh setiap
orang islam. Oleh karena itu Aqidah merupakan ikat dan simpul dasar islam yang
pertama dan utama.
Menurut Rejono (1996: 67) mengatakan aqidah adalah
suatu yang mengeraskan hati membenarkan yang membuat jiwa tenang dan menjadi
kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Dari pendapat-pendapa di atas disimpulkan bahwa aqidah
adalah keyakinan dasar yang menguatkan atau meneguhkan jiwa sehingga jiwa
terbebas dari rasa kebimbangan atau keraguan di dalam Islam disebut dengan
iman.
a.
Ketauhidan
Kata
ketauhidan adalah bentuk jadian dari kata dasar tauhid.Tauhid adalah suatu
kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Kepercayaan
terhadap adanya Alam Gaib
Artinya
setiap manusia yang beriman harus mempercayai adanya alam lain dibalik alam
semesta ini yakni alam gaib. Seperti alamnya para Malaikat, Jin dan alam roh
Manusia yang telah terlepas dari jasadnya yang bisa disebut alam baka, dimana
dalam alam tersebut manusia terlepas dari segala urusan yang bersifat duniawi.
c.
Iman Terhadap
Takdir
Kepercayaan
yang benar terhadap takdir Tuhan ini akan memberikan sublime (nilai hidup yang
tinggi) bagi seorang yang mempercayai takdir Tuhan dengan sungguh-sungguh akan
menerima keadaan dengan wajar dan bijaksana.
2.
Syariah
Menurut Ahmadi dan Salimi (2008: 237) mendefinisikan
syariah adalah tata cara atau tentang prilaku hidup manusia untuk mencapai
keridhoan Allah SWT.
Adapun ruang lingkup syariah mencangkup
peraturan-peraturan sebagai beerikut:
a.
Ibadah, yaitu
peraturan-peraturan yang mengatur, hubungan langsung dengan Allah SWT. Yang
terdiri atas:
1)
Rukun islam:
Mengucapkan sahdatain, mengerjakan shalat, zakat, puasa dan haji.
2)
Ibadah lainnya
yang berhubungan dengan rukun islam
b.
Muamalah, yaitu
peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan lainnya dalam hal tukar
menukar harta, diantaranya: pinjam meminjam, sewa menyewa dan kerjasama dagang.
c.
Munakahat, yaitu
peraturan yang mengatur hubungan seseorang denga orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah
dan yang berhubungan dengannya), perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah,
penyusunan pemeliharaan anak pergaulan suami dan istri serta hal-hal lain.
d.
Siyasah, yaitu
yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik) diantaranya:
persaudaraan, musyawarah, toleransi, tanggung jawab dan lain-lain.
e.
Akhlak, yaitu
mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya: syukur, sabar, tawadhu (rendah
diri), pemaaf, tawakal, istiqomah berani dan berbuat baik kepada orang tua.
Selain itu juga menurut Ramulyo (2004:9) syariat
merupakan sasaran dari ilmu pengetahuan yang khusus disebut alfiqh.
Lebih jauh Syafi'I (dalam Ramulyo, 2004: 8)
berpendapat bahwa syariah merupakan peraturan-peraturan lahir dan bathin bagi
umat islam yang bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan (deductions)
yang dapat ditarik dari wahyu Allah, dan sebagainya.Peraturan-peraturan lahir
itu mengenai cara bagimana manusia berhubungan dengan Allah dan sesama makhluk
lainya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa, syariah adalah tata cara atau peraturan-peraturan tentang perilaku hidup
manusia secara lahir dan bathin yang menyangkut bagaimana cara manusia
berhubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk lain untuk mencapai
keridhoan Allah SWT
3.
Akhlak
Secara etimologi (arti bahasa) akhlak berasal dari
kata khalaqa, yang kata asalnya berarti: perangkai, tabiat, adat, atau khalqun
yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secar etimologi akhlak berarti
perangkai, adat, tabiat, sistem prilaku yang baik.
Akhlak sering juga disebut dengan moral, diartikan
sebagai ajaran baik buruk perbuatan atau kelakuan. Menurut Nurdin (dalam
Ariani, 2010 : 20) mengatakan bahwa akhlak adalah sistem nilai yang mengatur
pola sikap dan tindakan manusia di atas bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah
ajaran islam dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta
ijetihad (hukum islam).
Menurut Ghazali (dalam Musthofa, 1999: 12) menjelaskan
akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan terlebih
dahulu.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa akhlak adalah tingkah laku, budi pekerti yang melekat pada jiwa seseorang
untuk melakukan suatu hal atau perbuatan.
Hal-hal yang fundamental terkait dengan penelitian
didalam akhlak adalah sebagai berikut:
a.
Akhlak Kepada
Allah
1)
Beribadah kepada
Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahnya sesuai dengan
perintahnya. Seseorang muslim beribadah membuktikan ketundukan dan kepatuhan
terhadap perintah Allah. Berakhlak kepada Allah dilakukan melalui media
komunikasi yang telah disediakan, antara lain ibdah sholat.
2)
Berzikir kepada
Allah, yaitu mengingat Allah dalam situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan
mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan
ketentraman hati (Q.S.Ar-Ra'd:28).
3)
Berdoa kepada Allah,
yaitu senantiasa merendahkan diri kepadanya, meminta dan memohon tentang segala
sesuatu yang kita niatkan dan semata-mata berniat kepadaNya.
4)
Tawakal kepada
Allah, yaitu berserah diri kepada Allah SWT atas segala sesuatu yang dilakukan.
Bahwasanay manusia hanya bisa berusaha dan Allah yang menentukan segalanya.
Seperti Firman Allah dalam Q.S. Hud: 56." Sesungguhnya aku bertawakal
kepada Allah Rabb-ku dan Rabb-mu. Tidak ada sesuatu binatang melata pun
melainkan dia-lah yang memegang ubun-ubunya."
b.
Akhlak kepada
kedua orang Tua
Berbuat
baik kepada kedua orang tua, (birul waalidaini) merupakan akhlak yang paling
mulia (mahmudah) sebab pada hakekatnya hanya kepada ayah dan ibulah yang paling
banyak berjasa kepada anak-anaknya. Sehingga berbakti, mengabdi, dan
menghormati kedua orang tua adalah merupakan kewajiban bagi semua anak.
c.
Akhlak dalam
menerima ketentuan Allah
Akhlak
dalam menerima ketentuan Allah adalah salah satu bagian dari perilaku yang
terpuji dan menduduki tempat yang utama dalam menentukan kesempurnaan pribadi.
Karena segala yang terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi semua telah
menjadi ketentuan Allah SWT, termasuk sifat baik dan buruk.
d.
Perasaan malu
(Al-Haya)
Rasa
malu bagi orang mukmin merupakan basis nilai-nilai keutamaan dan menjadi dasar
akhlak yang mulia (Akhlakul karimah). Sebab malu kepada Allah akan menjadi
dasar timbulnya perasaan malu terhadap orang lain dan diri sendiri. Karena
seorang mukmin yang malu kepada Allah tidak akan mendurhakainya dengan
melanggar larangan atau melalikan perintahnya.
2.3.4.2
Religi
Sebagai Sistem Kebudayaan
Istilah religi pada umumnya mengandung makna
kecendruangan batin manusia untuk berhubungan dengan kekuatan alam semesta,
dalam mencari nilai dan makna (Hadikusuma, 1993 :17-19). Kekuatan alam semesta
itu dianggap suci, dikagumi, dihormati dan sekaligus ditakuti karena luar biasa
sifatnya. Manusia percaya bahwa "yang suci" itu ada dan diluar
kemampuan dan kekuasaannya, sehingga manusia meminta perlindunganNya dengan
menjaga keseimbangan alam melalui berbagai upacara.Istilah religi di sini
menunjukkanadanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan ghaib di luar
kemampuanya, berdasarkan kepercayaan atau keyakinan mereka yang
termanifestasikan ke dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu sistem gagasan, sistem
tindakan dan artefak.
Definisi Religi yang melihat sebagai suatu upaya
simbolis dikemukakan oleh J. Van Ball (1971: 242). Religi adalah suatu sistem
simbol-simbol yang dengan sarana tersebut manusia berkomunikasi dengan jagat rayanya.
Uraian di atas membuktikan kompleksnya pengertian religi, namun pada prinsipnya
religi harus memuat lima unsur yaitu :
1.
Adanya emosi
2.
Keyakinan
3.
Upacara
4.
Peralatan dan
5.
Pemeluk atau
para penganut
Hal yang terakhir ini cukup penting karena suatu
upacara atau tindakan simbolis tertentu seperti berdoa menandahkan tangan ke
atas bukan hanya sekedar gerakan kinetik tanpa arti. Gerakan tangan tersebut
sering kali merupakan gerakan simbolis yang sarat dengan makna. Demikian
definisi tentang religi itu yakni definisi yang memeri memuat hal-hal
keyakinan, upacara dan peralatan, sikap dan prilaku, alam pikiran dan perasaan
di samping hal-hal yang menyangkut para penganutnya sendiri (Koentjaraningrat, 1974: 269-272).
Ada Empat Fungsi religi yaitu:
a.
Membantu dan mendukung
berlakunya nilai-nilai yang ada dan mendasr dari kebudayaan suatu masyarakat.
b.
Menyajikan
berbagai penjelasan mengenai hakekat kehidupan manusia dan lingkungan serta
ruang dan waktu.
c.
Religi memainkan
peran yang besar bagi individu-individu karena religi menyajikan penjelasn dan
bertindak sebagia kerangka sandaran bagi ketentraman dan penghiburan hati dalam
keadaan kesukaran dan kekacoan yang dihadapi manusia.
d.
Religi mampu
menyajikan berbagai faktor dan bidang kehidupan ke dalam suatu pengorganisasian
yang menyeluruh, sehingga menciptakan rasa aman dan pencapaian tujuan kebenaran
bersama.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Dalam
penelitian ini digunakan penelitian deskripsi
kualitatif. Penelitian kualitatif dipergunakan untuk memperoleh gambaran
empiris mengenai religiusitas
dalam novel “Pare’s
Jannaty” Karya
A. Badruzzaman Rangga
Pada intinya penelitian kualitatif adalah penelitian
yang perlu dilakukan sesuai suatu masalah diteliti secara kuantitatif, tetapi
belum terungkapkan penyelesaiannya.
Oleh karena itu, salah satu ciri dari penelitian
kualitatif adalah sukarnya kita merumuskan hipotesis.Selain itu, karena
kedalaman dan keintensifan penyelidikan suatu masalah, penelitian kualitatif
mempunyai sampel yang sedikit (cendrung sampel purposif), menghabiskan waktu
yang relatif lama (Karena lebih memperhatikan proses dari pada hasil), dan
tidak adanya tes signifikansi.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah Moleong (2006 : 06)
3.2
Data
Penelitian
3.2.1
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang disajikan
pada penelitian adalah penulis menamakan sebagai data primer . Data primer
adalah data yang memang adanya pada
novel "Pare's jannatiy" karya A. Badruzzaman Rangga. Sedangkan sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Novel "Pare's
Jannatiy" Karya A. Badruzzaman Rangga yang diterbitkan Kaysa Media,
Jl. Mawar 11/14 Tolongrejo-Pare. Kediri Jawa Timur, 2009.
3.2.2
Teknik Pengumpulan Data
Metode closereading yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
membaca dan mencatat dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Novel "Pare's
Jannatiy" Karya A. Badruzzaman Rangga yang diterbitkan Kaysa Media,
Jl. Mawar 11/14 Tolongrejo-Pare. Kediri Jawa Timur, 2009
2.
Setelah membaca
selanjutnya akan dilakukan tahap identifikasi serta inventarisasi terhadap
permasalahan yang ditemukan dari Novel
"Pare's Jannatiy" Karya A. Badruzzaman Ranggatersebut.
Metode closereading ini pada dasarnya hanya digunakan pada tahap analisis novel serta pencarian data
penguat atau referensi untuk memperkuat atau membantu dalam proses
penganalisisan novel.
3.3
Teknis
Analisis Data
Teknik
analisis data yang digunakan untuk menganalisis novel“pare’s jannatiy” karya A. Badruzzaman Ranggadalam
penelitian ini adalah pendekatan struktural dan pendekatan pragmatik.Pendekatan
struktural dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah
diperoleh.
3.3.1
Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan tahap
awal dalam penelitian sastra. Pendekatan struktural adalah pendekatan yang
berorientasi kepada karya sebagai analisis yang ditujukan kepada teks itu
sendiri sebagai kesatuan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Tujuan dari analisis ini adalah untuk
memaparkan keterkaitan dan keterjalinan dari berbagai aspek yang secara
bersama-sama membentuk wacana. Dalam analisis ini dapat dilihat dari aspek religi (aqidah, syariah, akhlak, dan fiqh).
Secara lebih rinci deskripsi
analisis penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah 1 : membaca novel “pare’s jannatiy” karya A. Badruzzaman Rangga untuk memahami novel
tesebut secara berulang-ulang dan cermat kata demi kata dan kalimat demi
kalimat.
Langkah 2 : mengambil data yang berkaitan dengan
unsur-unsur intinsik yaitu : latar dan penokohan.
Langkah 3 : menganalisis data yang telah
diklasifikasikan sebelumnya, antara lain dengan cara :
1.
Untuk menemukan
tokoh dan penokan dalam novel ini penulis mengelompokkan
dan menganalisis tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel ini kemudian membaginya menjadi
tokoh antagonis dan protagonis.
2.
Untuk menemukan latar
dalam novel ini penulis terlebih dahulu membagi latar tersebut menjadi empat
(4) yaitu latar tempat, latar waktu, latar suasana dan latar sosial.
Langkah 4: Menyimpulkan hasil yang didasarkan pada
analisis struktural.
3.3.2
Pendekatan
Pragmatik
Pradopo
(dalam Wiyatmi, 2008: 85) menjelaskan bahwa pendekatan pragmatis adalah
pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan
tertentu pada pembaca. Dalam hal ini, tujuan tersebut dapat berupa tujuan
politik, pendidikan, moral, agama maupun tujuan yang lain. Dalam praktiknya
pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya
dalam mencapai tujuan tertentu bagi
pembacanya. Melihat karya sastra sebagai sarana penyampaian suatu pesan yang
mendidik, melalui pendekatan pragmatik peneliti berusaha mencari nilai-nilai
yang terkandung dalam novel “Pare’s Jannati
”.
Secara
lebih rinci deskripsi analisis penelitian ini menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah 1: membaca novel
pare’s jannatiy karaya A. Badruzzaman Rangga untuk memahami struktur global
novel tersebut secara berulang-ulang dan cermat, kata demi kata dan kalimat
demi kalimat.
Langkah 2: mengambil data
yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan dan unsur nilai religi yaitu
aqidah, syariah, akhlak, dan fiqh.
Langkah 3: menyimpulkan
hasil.
BAB
IV
ANALISIS DATA.
4.1
Sinopsis Novel Pare’s
Jannatiy
Di
dalam novel tersebut menceritakan tentang penggugah jiwa dan pengenalan fiqh
melalui sebuah kisah cinta yang begitu unik
dan menarik. Juga mengisahkan seorang Pemuda yang bernama Hatim Ash-Shaa-im
(Hatim yang gemar berpuasa) seorang anak yatim piatu yang tinggal di
pesantren karena kebaikan dari keluarga
sahabatnya bernama Fafa yang sudah
menganggapnya saudara. Hatim dan fafa menuntut ilmu di kota Pare yang
suasananya berbeda dengan Pesantren. Karena di kota Pare ini hanya terdengar
suara-suara teriakan anak-anak kost yang sedang menghafal kosa kata bahasa
Inggris, yang menurutnya tidak pantas diteriakkan pada waktu ba'da magrib.
Ba'da magrib,
di pesantren, mereka selalu mendengar suara-suara para santri yang sedang
melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Berbeda jauh dengan apa yang dialami
sekarang .
Mereka
sedang tidak berada di pesantren melainkan di Kampung Inggris. Setelah
kedatangan Hatim dan Fafa
di kampung Inggris, suasana jadi berubah karena Hatim dan Fafa mengisi program
Al-Qur'an di Baroroh Hause asrama tempat mereka tinggal dan Nia House (asrama
wanita). Sehingga Pare
dikatakan Kampung inggris Amar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Selain
belajar di asrama, Hatim dan Fafa
juga kursus bahasa Inggris di tempat yang ditunjukkan mami
Zubaidah (ibu dari Baroroh). Mami Zubaidah dikenalnya sejak mereka datang di kampung Inggris.
Di tempat kursusnya itu, Hatim dan Fafa
bertemu dengan teman-teman baru yang baru ia lihat pertama kali di tempat kursusnya.
Salah satu dari teman itu adalah Azizah, anak manja yang harus dituruti
kemauannya, begitulah dikenalnya Azizah oleh Hatim.
Hatim
merupakan anak manusia yang tampan dan hamba Allah yang sholeh yang dijuluki
dengan Hatim Ash-Shaa-im (Hatim yang gemar berpuasa). Diceritakan dalam novel
bahwa perasaan cinta hatim muncul kepada seorang wanita yang sholehah dan
cantik. Namun cerita cinta Hatim berbeda dengan nyatanya karena perasaan
cintanya tersebut berselisih dengan keinginannya atas hadirnya seorang teman
yang ia anggap saudaranya sendiri. Hal itu merupakan cobaan kepada Hatim karena
seorang gadis yang ia cintai adalah gadis yang Fafa juga cintai. Pergulatan pun
terjadi dalam batin Hatim antara memilih cintanya dengan seorang gadis yang ia
dambakan atau memilih persahabatan yang sudah terjalin sejak kecil. Di dalam
benaknya berfikir bagaimana ia mampu mempertahankan persahabatan yang sudah
lama terjalin dan bagaimana pula ia bisa mendapatkan cintanya yang selama ini
ia cari.
Dengan
perasaan yang bergejolak tak karuan, atas dasar kesholehan dalam diri Hatim, ia
menenangkan hatinya sendiri dengan berserah diri kepada Allah agar dapat
memilih keputusan yang tepat. Tanpa sepengetahuan
Fafa tentang perasaannya terhadap Baroroh,
Hatim mengalah dan rela menyakiti hatinya sendiri. Dan Baroroh pun dengan rasa terpaksa menerima cinta Fafa yang ia
tidak cintai seperti dirinya mencintai
Hatim. Dengan itu, Fafa ingin menikahi Baroroh. Namun, Baroroh belum akan
menikah jika ibunya (mami Zubaidah) belum menikah. Karena mami Zubaidah
mengetahui itu semua, ia berusaha untuk menikah secepatnya untuk kebahagiaan
anaknya. Sehingga mami Zubaidah akan menikah dengan temannya yaitu ayah dari
Azizah teman Hatim, Fafa, dan Baroroh. Tetapi, tidak berjalan sesuai rencana
karena ayah Azizah meninggal dunia akibat suatu kejadian yang tragis dirumahnya
sebelum rencana itu dijalankan. Atas kejadian itu mengartikan baha Fafa akan
gagal menikahi Baroroh. Demi kebahagiaan seorang sahabat sekaligus seseorang
yang dianggap saudaranya, Hatim rela menikah dengan
seorang janda beranak satu yaitu ibu dari Baroroh gadis yang ia cintai (mami Zubaidah). Namun
pernikahannya
tidak berlangsung lama,
karena istri Hatim (mami Zubaidah) meninggal dalam
perjalanan pada saat mereka pergi berbulan madu akibat kecelakaan kendaraan. Kecelakaan itu terjadi sebelum pernikahan Fafa dan
Baroroh.
Kini tiba acara bahagia Fafa, dan
Hatim berperan sebagai suami dari ibu calon
pengantin Fafa (ayah tiri Baroroh) di sebuah acara
akad nikah sekaligus resepsi Fafa dengan Baroroh. Tapi semua itu tidak
berlangsung sesuai keinginan, karena Fafa mengetahui ketidaktahuannya selama ini tentang perasaan
sahabatnya Hatim, yaitu rahasia Hatim yang sebenarnya
mencintai calon pengantinnya sejak dulu lebih awal dari rasa sukanya dia
terhadap pengantinnya. Dan mengetahui bahwa juga sebaliknya dengan Baroroh
terhadap Hatim. Tak lama dari ketahuan Fafa atas perasaan Hatim dan Baroroh,
dengan rasa tidak adil ia berada disisinya sendiri telah menghalangi dan
menyakiti temannya sendiri secara tidak sadar. Fafa menyerahkan Baroroh dengan rasa
bijak dan sesuai hukum Islam kepada
Hatim, di depan para tamu-tamu
yang hadir pada saat itu. Tindakan yang dilakukan Fafa sangat tidak disadari
akan berlangsung seperti itu oleh Hatim. Namun, Hatim tak bisa menolak akan hal itu dan
akhirnya Hatim dan Baroroh resmi menjadi suami istri setelah Ijab-Qabul selesai
dan dua orang saksi terdengar mengucapkan "sah".
Selain
dari kisah Baroroh yang mencintai Hatim. Hatim juga dicintai oleh sahabat
Istrinya yang bernama Azizah sekaligus teman kursus Hatim. Karena Baroroh
sangat mencintai suami dan sahabatnya,
ia rela (ikhlas) akan
suaminya menikahi Azizah. Atas ketulusan dari istrinya, Hatim pun dengan rasa
hormat dan menghargai keputusan istrinya untuk menikahi Azizah. Dan sahabat Hatim yaitu Fafa akhirnya menikah dengan
Nia, sepupu dari istri pertama Hatim, Baroroh.
Hatim
pun memiliki dua
istri di kota Pare dan sudah tiga kali lebaran Hatim berada di kota Pare
tersebut. Hatim memiliki empat orang anak yaitu dua dari istrinya Baroroh dan dua
dari istrinya Azizah.
Begitulah
gambaran umum cerita di dalam novel Pare’s
Jannatiy karangan A. Badruzzaman Rangga
4.2
Analisis
Struktural
Analisis struktural adalah penguraian atau penjelasan unsur-unsur
intrinsik yang membangun sebuah karya sastra. Adapun penjelasan tentang
unsur-unsur intrinsik dalam novel ini adalah sbagai brikut:
4.2.1
Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah sosok yang
benar-benar mengambil peran dalam cerita tersebut dan penokohan
adalah teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Jenis tokoh di bagi atas tokoh utama, tokoh tambahan
(andalan dan bawahan), serta tokoh protagonist dan antagonis.
1.
Tokoh utama
Tokoh utama adalah tokoh yang berhubungan dengan
setiap peristiwa dan di utamakan penceritaannya di dalam novel yang
bersangkutan. Berdasarkan pendapat tersebut dalam Novel Pare’s jannatiy tokoh
utamanya adalah Hatim dan Baroroh. Tokoh ini sering
muncul dan juga
merupakan penggerak konflik di dalam cerita, karena munculnya kisah asmara yang mulai dirasakan
oleh kedua tokoh tersebut terhadap satu sama lain. Seperti kutipan sebagai
berikut:
“Hatim nggak sadar kalau di depannya sudah ada unjuan(11),
seketikaitu juga ia kaget, saat matanya sekilas menatap ke arah orang yang
mengantarkan unjuan itu. Spontan hatinya berdesir. Dia seorang wanita muda,
wajahnya cantik, senyumnya manis.” (2009:11)
“Mmm… mau ke tempat Nia, tapi programnya belum selesai jadi Baroroh
menunggu disini. Ehh Mas, Baroroh kesana dulu ya? Ni Mas tolong dibaca!”
Baroroh menyodorkan sepucuk surat.”
2.
Tokoh tambahan
Di bandingkan dengan, tokoh utama, tokoh tambahan
dalam Novel “Pare’s Jannatiy” ini lebih banyak dari pada tokoh utama. Tokoh tambahan dibagi menjadi dua yaitu tokoh andalan
dan tokoh bawahan.
a.
Tokoh tambahan andalan
Di sebut sebagai tokoh tambahan andalan karena
walaupun ia hanya seorang tokoh tambahan akan tetapi ia memperkuat alur cerita
dalam novel ini. Tokoh ini kadang memunculkan konflik. Tokohnya antara lain:
Fafa, Mami Zubaidah, Azizah.
“Di kamar, Fafa sudah terlihat santai, dia baru saja mengisi program di
Baroroh House. Jadwal mereka bergantian, satu malam hatim di Nia House dan
malam berikutnya di baroroh House. Begitu juga dengan Fafa.” (2009:50)
“Nggak. Saya pingin Mas Hatim yang menggantikan posisi pak Karman. Kalau
masalah yang bisa nyopir tentunya banyak, tapi orang yang seperti Mas Hatim
susah carinya.” Mami Zubaidah bersi kukuh.” Tolong mas Hatim. Imbuh mami
Zubaidah.” (2009:105)
“Di dalam perjalan menuju Smart Course, Azizah mengendarai mobilnya sambil
bernyanyi riang. Ia senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan Hatim, pria
berwajah tampan, bertutur kata lembut, dan sopan santun pada dirinya dan semua
orang. Oh hatim aku kangen. Jeritnya dalam hati.” (2009:125-126)
b. Tokoh tambahan bawahan
Tokoh- tokoh ini hanya sebagai pemanis dan pelengkap
dalam cerita. Antara lain: Nia, Pak Syakib, Bu Munah, Pak Munadar, Pak Kepung, Mister Kanib, Mbok Jum.
“Namanya Nia. Sebut Syakib. Lengkapnya Maria Ulfa Rubaniah. Imbuh pak
Syakib. Hatim tersenyum. Dia belum punya pacar lho…, mas Hatim. Pak Syakib
menggoda Nia.” (2009:45)
“Nia hanya menangis lemas dan merangkul bu Munah. Bu Munah hanya daim
mematung meneteskan air mata lemas.” (2009:382)
“Hmm…hmm…ada apa hayo?pulang dari kursus kok senyum-senyum nggak seperti
biasanya. Tanya pak Munadar, yang tak lain adalah papanya, dengan nda setengah
guyon bercampur curiga.”
(2009:88)
“Kalau semua yang saya latih sama seperti sampean, saya pasti senang mas.
Uji pak kepung setelah mereka yurun dari mobil.” (2009:165)
“Ba’da shalat ashar di teras deoan Baroroh House tampak ramai. Anak-anak
House semua berkumpul guna mengikuti program wajib asrama yang diisi dengan
storan hafalan vocabulary pada tutor asrama yang tak lain adalah mister Kanib.” (2009:109)
“Ah…mbok Jum ini kayak penyiar radio saja, pakai requestan segala. Eh…
mbok. Zizah ikut masak ya? Zizah pingin belajar masak.” (2009:192)
c. Tokoh protagonist
Tokoh protagonist adalah tokoh yang memegang peranan
pimpinan dalam cerita. Dalam penentuan tokoh protagonist dalam Novel Pare’s Jannatiy tepat menyebut Hatim, Fafa, Mami Zubaidah,
Baroroh.
“Hatim sengaja menjual HPnya untuk membantu Fafa. Sebelumnya meminta izin
kepada Azizah untuk menjualnya. Sebenarnya itu tida perlu karena HP itu sudah
menjadi hak miliknya, tapi ia tidak ingin mengecewakan pemberinya.” (2009:223)
“Azizah mencintaimu mas. Aku mohon mas menikahinya! Tegas Baroroh.” (2009:421)
“Ini mas bawa motor saja, Smart Course agak jauh lo, nanti kalian telat!
Mami Zubaidah menyodorkan kunci sepeda motor.” (2009:76)
“selamat Tim. Selamat kamu sudah menikah, Baroka Allahu Fika wa
baroka’alaika wajama’a bainakumaa fii khairi. Fafa mengucapkan selamat kepada
Hatim dan membaca doa untuk orang yang baru menikah.” (2009:358)
d.
Tokoh antagonis
Tokoh antagonis dapat di katakan sebagai tokoh yang berposisi dengan tokoh
protagonist, secara fisik maupun batin. Secara langsung atau tidak langsung (Panuti,
Sudjiman, 1990:6). Akan tetapi, konflik yang di alami oleh tokoh
protagonis tidak harus disebabkan oleh seseorang atau beberapa orang antagonis
yang berupa individu. Tokoh antagonist pada novel “Pare’s Jannatiy” adalah Alberto karena
dia hamper merenggut kehormatan Azizah dan dialah yang menyebabkan meninggalnya
pak Munadar ayah dari Azizah. Seperti kutipan sebagai berikut:
“Belum sempat pak Munadar melayangkan aperkat ke
rahang Alberto, perut pak Munadar lebih dulu tertembus timah panas. Ternyata
Alberto membawa pistol yang diselipkan di pinggang di balik jaketnya. Seketika
itu juga darah bercucuran dan pak Munadar tersungkur ambruk.” (2009:265)
“Bert… sebenarnya apa yang kamu inginkan? Tanya
Azizah memulai aktingnya. Aku menginginkan keperawananmu. Jawab Alberto ganas
sambil terus menariknya.”
(2009:130)
4.2.2
Latar / Setting
Latar adalah suasana yang melingkupi dalam novel dapat berupa tempat, waktu dan keadaan sosial budaya yang mengiringi. Latar dalam
novel di bagi menjadi:
4.2.2.1 Latar tempat:
Di dalam
Novel “Pare’s Jannatiy”, terdiri
dari beberapa tempat pendukung
dalam cerita. Tempat yang telah dipaparkan yaitu sebagai berikut:
a.
Di dalam kamar
Kamar adalah tempat segala aktivitas Hatim, selain
dari tempat tidur, juga merupakan tempat berfikir dan membaca untuknya.
Sebagaimana kutipannya yaitu:
“Di dalam kamarnya, Hatim terlihat pucat dan bingung
Dia duduk di bibir samben sembari menutup matanya dengan kedua tangannya.
Sementara itu, Fafa sibuk menyiapkan dirinya, berdandan.” (2009:341)
“Di kamar, Hatim duduk santai sambil baca buku.
Walaupun dia belum bisa mengartikan dan memahami apa yang dibaca, karena
teksnya sebagian tulisan dengan bahasa inggris, tapi keinginannya untuk membaca
tidak surut. Malah dia penasaran dengan buku yang sedang dibacanya. Dia merasa
menemukan hal baru dalam hidupnya.” (2009:19)
b.
Di ruang tengah
Sang papa tampak sedang menikmati kipas angin di sofa
di ruang tengah. Berikut adalah kutipannya:
“Saat ia datang membawa juise alpukat permintaan Sang papa, Sang Papa
tanpak sedang menikmati kipas angin di sopa di ruang tengah.” (2009: 66)
c.
Di Smart Course
Hatim dan Fafa tengah sibuk mengikuti program Grammar
di Smart Course. Seperti adanya di dalam novel yaitu:
“Hari ini adalah hari pertama mereka mengikuti
program Grammar di Smart Course.” (2009: 74)
d.
Di Amben
Amben adalah tempat melepas segala rasa bagi Hatim,
karena amben marupakan tempat yang di sukai oleh Hatim sebagai tempat melepas
lelah dan tempat mengadu fikiran. Sebagaimana kutipannya:
“Hatim merebahkan tubuhnya di amben. Bola matanya
berputar-putar mencari yang tidak dapat
dicari, terus mencari dan mencari hingga lelah tak dapat mencari. Ia terlelap
dalam lelah mencari apa yang tidak dapat dicari.” (2009: 225)
4.2.2.2 Latar waktu
Di dalam novel Pare’s Jannatiy
terdapat beberapa waktu yang menunjukkan kegiatan para tokoh, dimana kutipan
waktu pada novel tersebut sebagai berikut:
a.
Pukul 17.00 WIB
Pada pukul 17.00 WIB biasanya Hatim dan Fafa mengikuti program asrama yaitu
hafalan vocab. Seperti kutipannya:
“Waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB. Hatim dan Fafa
baru saja usai mengikuti program wajib asrama yang dipandu langsung oleh Mister
Kanib, selaku tutor di asramanya, Baroroh house, dengan materi hafalan vocab
seperti biasa.” (2009: 300)
b.
Sekitar pukul 02.00 dini hari
Waktu yang tak pernah terbayang dalam benak Baroroh karena tengah terjadi
pada pukul 02.00 suatu kejadian akan kepergian ayahnya. Seperti adanya kutipan:
“Malam itu sekitar pukul 02.00 dini hari, ketika ia sedang terlelap dalam balutan selimut
hangat, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara pintu kamarnya diketuk kencang tak
beraturan oleh Bi’ Isah, pembantunya, dan berteriak memanggil-manggil namanya
dengan nada seperti orang sedang ketakutan.” (2009: 69)
4.3
Unsur
Religiusitas tokoh Hatim dalam novel Pare’s
Jannatiy karya A. Badruzzaman Rangga
Pendekatan
pragmatis adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk
mencapai tujuan tertentu pada pembaca. Dalam hal ini, tujuan tersebut dapat
berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama maupun tujuan yang lain.
Melihat
karya sastra sebagai sarana penyampaian suatu pesan yang mendidik, melalui
pendekatan pragmatik peneliti berusaha mencari nilai-nilai yang terkandung
dalam novel. Untuk mencapai salah satu tujuan di atas, peneliti disini mencari
nilai Religius pada novel “Pare’s Jannatiy
”.
Unsur religiusitas tokoh Hatim sudah
terlihat sejak awal sampai akhir cerita. Hampir seluruh bagian cerita memberikan
gambar kedekatan tokoh Hatim dengan unsur religiusitas. Unsur-unsur
religiusitas tersebut meliputi: aqidah, syariah, dan akhlak tokoh Hatim. Untuk
lebih jelasnya maka unsur tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
4.3.1
Aqidah
Seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, bahwa aqidah adalah keyakinan dasar yang menguatkan atau
meneguhkan jiwa sehingga jiwa terbebas dari rasa kebimbangan atau keraguan
didalam islam disebut dengan iman. Oleh karena itu, peneliti akan membahas
hal-hal yang fundamental yang terkait dengan skripsi ini dalam aqidah adalah
sebagai berikut:
a. Ketauhidan
Unsur ketauhidan tokoh
Hatim terlihat dari berbagai segi sebagai berikut: bimbingan orang tua untuk
mengenal Allah SWT, dan Rasul-Nya sejak kecil, cara Hatim mewujudkan kasih
sayangnya dengan menyebut nama Allah dan menjalankan segala perintah Allah yang
menjadi kewajiban ummat Islam di dunia. Sebagaimana kutipan dalam novel sebagai
berikut:
“Ikomahpun
dikumandangkan. Jama’ah menata shaffnya. Hatim takbiratul ikhram beserta
membaca niat shalat dihatinya, lalu membaca sunnah iftitah dengan sirri.
Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Lahab dengan sangat jaher(16).
Bacaannya yang tartil ditambah suaranya yang merdu membuat jamaah tersihir,
terbuai dalam keindahan lantunan ayat-ayat Al-Quran yang dibacanya.
Merekapun bersatu dalam kekhusyu’an ” (2009:16).
“Tepat azan isya’ dikumandangkan, Hatim langsung
menutup programnya. Anak-anak membubarkan diri, kemudian kembali ke kamarnya
masing-masing. Hatim tidak langsung pulang ke asramanya, ia ke masjid dulu
untuk menunaikan shalat isya’ “ (2009:118).
Kutipan di atas memaparkan
bahwa Hatim begitu patuh untuk menjalankan segala perintah Allah SWT. Sehingga
apapun segala kegiatan dan keluh kesah hatinya ia mengadu kepada-Nya. Dan
ketika tertimpa masalah, Hatim berserah diri kepada Allah mengharapkan agar di
ampuni dosanya. Karena hatim meyakini tiada yang patut ia cintai di dunia hanya
Allah dan junjungan-Nya.
b.
Iman terhadap Takdir
Keikhlasan hati Hatim
dalam menerima segala cobaan menjadi salah satu bukti kepercayaannya terhadap
Allah SWT; terhadap dirinya yang ditinggalkan orang tuanya sejak berumur 7
tahun menghadap kepada Allah dan jalan cintanya terhadap baroroh yang terbentur karena sahabatnya sendiri
mencintainya juga. Sebagaimana kutipan di dalam novel sebagai berikut:
“Selang tiga
bulan ayahnya meninggal, ibunya menyusul meninggalkan dirinya sebatangkara di
dunia ini. Kematian ayahnya menyebabkan ibunya stress dan jatuh sakit”. (2009:56)
“ Hatim
menerimanya dan tidak berkata apa-apa. Ia hanya diam menangisi nasibnya sendiri
dalam hati. Baroroh sudah berlalu, tapi ia tetap berdiri di tempatnya,
menikmati kesedihannya atas prilaku baroroh kepadanya. Tak terasa saksi
kesedihan itu menitik di sudut-sudut matanya “. (2009:208)
“ Berawal dari
selembar kertas yang di tangannya itu, kini menjadi seperti ini. Selembar
kertas yang ia rasa akan membuatnya bahagia menerimanya tapi semua itu tidak
sesuai dengan kenyataan dan angan-angannya”.
“ Kenapa… kau
juga mencintainya fa, kenapa…?”
“Jerit Hatim dalam hati.” (2009:
47)
Dengan hati yang ikhlas dan
terluka, Htim menerima semua yang telah menjadi takdirnya dan kisah cintanya.
Karena Hatim percaya terhadap takdir Tuhan dengan sungguh-sungguh serta menerima
keadaan itu dengan wajar. Hatim menyadari bahwa ia telah salah memberikan semua
harapannya kepada orang yang tidak pantas menerimanya. Allah dan Rasul-Nya yang
lebih pantas dicintai lebih dari segalanya.
4.3.2
Syariah
Menurut Ahmadi dan
Salimi (2008:237) mendefinisikan bahwa syariah adalah tata cara pengaturan
tentang perilaku hidup manusia, yang berisi tata cara atau pengetahuan perilaku
hidup manusia dalam melakukan hubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam
sekitarnya untuk mencapai keridhaan Allah yaitu keselamatan di dunia dan di
akhirat. Ketundukan dan kepatuhan Hatim kepada Allah dengan beribadah secara
tekun dan selalu menjunjung tinggi nilai syara’ serta mengingat akan hakikatnya
sebagai manusia yang sebenarnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan kutipan
berikut:
“Mendengar
kata-kata Azizah sepontan wajah Hatim menjadi merah. Dia tidak terima dengan
kata-kata Azizah. Ia bukannya tidak terima karena ia dikatain ndeso, tapi ia
tidak terima karena komitmennya sebagai muslim yang menjunjung tinggi nilai
syara’ dilecehkan”. (2009: 83)
“ Tubuhnya tetap
terlihat kekar, streg(1), padahal setiap hari ia berpuasa kecuali di
dua hari raya dan hari-hari tasyrik yaitu 11, 12, dan 13 pada bulan Dzulhijjah
“. (2009:
93)
“Akhirnya Hatim memutuskan untuk tidak mengambil jatah
makannya di ndalem Kyai Salim.Untuk makan sehari-hari, ia hanya makan
singkong.Ia meminta dua buah pada Bu Nyai untuk dibakar, yang sebuah ia makan
untuk berbuka puasa danyang sebuah lagi ia makan pada waktu sahur “.(2009:96)
“Mendengar jawaban Hatim seperti itu,
akhirnya Pak Kyai Salim dapat memakluminya karena tirakat puasa mutih sudah
menjadi tradisi di dunia pesantren,khususnya pesantren salaf. Para santri
biasanya melakukan puasa mutih ini ada yang 3 hari,11 hari,21 hari, dan 41
hari, tergantung kemampuan dan hajat masing-masing. Biasanya bagi mereka yang
melakukan tirakat ini untuk mendalami ilmu kebatinan. Tapi Hatim melakukanya
waktu itu bukan untuk mutih, melainkan untuk meringankan keluarga Ndalem “.(2009:97)
“Sudah sekitar 7 tahun ini ia menjalani
hari-harinya dengan berpuasa. Setiap kali ditanya, jawabannya hanya,”nanti
kalau sudah menikah baru aku akan berhenti." Krena setiap hari berpuasa
sampai-sampai di pondoknya dijuluki Hatim ‘Ash Shaa-im’(Hatim yang gemar
berpuasa)”.(2009:116)
“Hatim, Baroroh, Azizah, dan Fafa
beserta Nia,mereka semua menuaikan ibadah haji bersama satu tahun yang lalu.
Dan sepulang dari tanah suci itu meraka
sepakat untuk memberi nama pesantren mereka dengan satu nama yaitu Pondok
Pesantren “Daruts Tsawub”.”(2009:428)
Kutipan di atas memaparkan bahwa, Hatim begitu patuh
dalam menjalankan perintah Allah SWT. Untuk menyembah sesuai dengan
perintah-Nya, mengerjakan segala yang menjadi kewajiban muslim untuk
melaksanakan kewajibannya dari semua rukun Islam. Hatim melakukan ibadahnya dan
tak lepas dari berzikir mengingat Allah.
4.3.3
Akhlak
Akhlak merupakan
tingkah laku, budi pekerti yang melekat dalam jiwa seseorang untuk melakukan hal atau perbuatan .Inti dari
akhlak adalah tingkah laku baik dan buruk dari seorang muslim. Oleh sebab itu,
peneliti akan membahas masalah tingkah laku
atau perbuatan yang dimaksud dari definisi akhlak di atas, antara lain
sebagai berikut:
a. Akhlak
kepada Allah
Tokoh Hatim selalu menggambarkan
berakhlak dan merendahkan diri hanya kepada Allah. Berakhlak
kepada Allah untuk tetap tunduk atas
apapun yang telah terjadi kepadanya. Ketundukan tersebut dapat diungkapkan dari
tata cara, tingkah laku, maupun perkataannya. Sebagaiman kutipan tersebut
yaitu:
“Hatim memperhatikan jalan Mami
Zubaidah sejenak dan “astagfirullahal ‘adzim” beristigfar lalu memalingkan
wajahnya pada Fafa.” (2009:77)
“Astagfirullahhal’adzim.” Refleks
mulutnya beristigfar. Bukan main indahnya bila dipandang mata tapi tidak di
hati yang suci, di hati orang-orang yang beriman, orang yang takut akan azab
Tuhan. Mata Hatim mencari Mister Kanib dan Fafa ke setiap sudut di dalam hati
ia berdo’a semoga mereka tidak berada di situ, di tempat yang menurutnya tidak
baik menurut agama.” (2009:167)
“Alhamdulillahirobbil’alamiin. Ayo turun!
ajak Hatim setelah mematikan mesin.” (2009:176)
Seperti
paparan kutipan di atas, berakhlak kepada Allah dapat ditunjukkan dengan
beribadah, berzikir, berdoa, dan tawakkal kepada Allah. Sebagaimana akhlak yang
ditunjukkan oleh tokoh Hatim. Hal tersebut merupakan aktivitas keseharian yang
tidak terlupakan olehnya. Karena bagi Hatim, Akhlah kepada Allah adalah membawa
ketenangan tersendiri di dalam hati.
b. Akhlak
kepada Orang Tua
Tokoh Hatim dan Baroroh
digambarkan sebagai insan yang sholeh dan sholehah yang sangat menyayangi orang
tuanya dengan berbakti kepadanya melalaui tingkah, laku, dan do’a. kutipan yang
menggambarkan hal tersebut sebagai berikut:
“Setelah
melaksanakan sunnah dua rakaat, Baroroh berdoa. Ia memohon ampun segala
dosa-dosanya, dosa mamanya, dan tak lupa pula dosa papanya.“(2009:65)
Seperti
yang telah di paparkan, Akhlak merupakan
tingkah laku, budi pekerti yang melekat dalam jiwa seseorang untuk melakukan hal atau perbuatan, dan Akhlak
juga sering disebut dengan moral. Tingkah laku yang baik terhadap orang tua adalah
termasuk berakhlak kepada orang tua. Seperti halnya dilakukan tokoh dalam
kutipan juga bagian dari berakhlak kepada orang tua.
c. Akhlak
dalam menerima Ketentuan Allah
Kesabaran dan ketabahan
beberapa tokoh dalam novel menerima ketentuan dari Allah menjadi salah satu hal
yang mendominasi pada novel tersebut, dimana jodoh, rizki, dan maut Tuhan lah
yang menentukannya. Manusia mempunyai kewajiban untuk berusaha dan berdoa
seperti salah satunya hal yang menimpa tokoh Hatim meskipun pada dasarnya ia
berasal dari keluarga yang tidak berada.
“Waktu itu Hatim
kecil terkapar menahan lapar dan sakit yang semakin parah, hingga di suatu
malam ketika aku dalam posisi hidup dan mati, ada seseorang yang datang bagai
malaikat menolongku dan dengan lantaran uluran tangan dan belas kasihanyalah si
hatim kecil itu dapat hidup hingga sekarang ini.” (2009:295)
“Masalah
berhasil atau tidaknya, kita serahkan saja pada Yang Kuasa. Dan apapun dan
bagaimanapun kehendak Allah, itu pasti yang terbaik menurut Allah buat kita,
terang Hatim.”(2009:302)
“Sudahlah Zah.
Dokter itu bilang papamu baik-baik saja. Lebih baik kita berdoa agar Allah
selalu melindingi papamu dan kita semua. Ucap Baroroh.”
(2009:271)
Ditinjau
dari paparan di atas, Akhlak dalam menerima ketentuan Allah merupakan salah
satu bagian dari perilaku yang terpuji. Seperti halnya yang dilakukan tokoh
Hatim dalam menerima ketentuan Allah pada dirinya. Kesadaran akan apapun yang
telah dilimpahkan Allah dan juga yakin bahwa Allah tengah menguji keimanannya
atas apa yang dialaminya.
d. Perasaan
Malu
Rasa malu yang di alami
oleh para tokoh di dalam novel tersebut hanya beberapa tokoh yang mengalami hal
tersebut. Seperti kutipan yaitu sebagai berikut:
“Baroroh
menghela nafas dan melanjutkan. “malam itu, Baroroh sadar dengan apa yang sudah
Barorroh lakukan sama mas. Baroroh minta maaf mas. Baroroh sudah menghina mas
seperti itu. Mengingat itu Baroroh jadi malu mas. Sekali lagi Baroroh minta
maaf mas. Hiks…hiks…hiks…”. Baroroh menangis.” (2009:274)
“Pak Munadar
tersenyum. Hatim cengar-cengir malu. Azizah tersenyum senang pujaannya masih
jomblo.”
(2009:256)
“Ia malu karena merasa dirinya sudah tidak ada harganya lagi. Kesombongan
akan kecantikan dan kekayaan yang ada pada dirinya seakan-akan terempas oleh
penggalan kata-kata dalam SMS Hatim.” (2009:187)
Seperti
yang diuraikan di atas, perasaan malu (Al-haya) merupakan basis nilai-nilai
keutamaan dan menjadi dasar akhlak yang mulia (Akhlakul karimah) bagi orang
mukmin. Sebab dengan mempunyai rasa malu kepada Allah akan menjadi dasar
timbulnya perasaan malu terhadap orang lain dan diri sendiri.
BAB
V
SIMPULAN
5.1
Simpulan
Berdsarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan sebagi berikut:
1.
Analisis Struktural
Analisis struktural yang terdapat dalam novel ini
antara lain:
a.
Tokoh dan penokohan novel Pare’s
Jannatiy menggambarkan tokoh-tokoh
yang ada di novel tersebut yakni tokoh utama, tokoh tambahan, protagonist, dan
antagonis.
b.
Latar pada novel Pare’s Jannatiy
menggambarkan peristiwa yang terjadi di
Pare’ (Kampung inggris).
2.
Analisis Pragmatik
Analisis pragmatik
yang terdapat dalam novel ini antara lain:
a.
Akidah
Akidah merupakan kepercayan kepada Allah
dan hal ihwal yang berhubungan
dengan Allah. Hal-hal fundamental di dalam akidah antara lain: (1) Tauhid,(2) Iman terhadap takdir.
b.
Syariah
Syariah adalah tata cara pengaturantentang perilaku
hidup manusia, yang berisi tata cara atau pengetahuan perilaku hidup manusia
dala melakukan hubungan dengan Allah, sesame manusia, dan alam sekitarnya untuk
mencapi keridhaan Allah yaitu untuk keselamatan di dunia dan di akhirat.
c.
Akhlak
Akhlak merupakan tingkah laku, budi pekerti yang
melekat dalam jiwa seseorang untuk melakukan hal atau perbuatan. Inti dari
akhlak adalah tingkah laku baik dan
buruk dari seorang muslim. Oleh sebab
itu, tingkah laku yang dimaksud, antara lain: (1) Akhlak kepada Allah,
(2)Akhlak Kepada Orang Tua,
(3)Akhlak dalam menerima ketentuan Allah, (4)Perasan malu.
5.2
Saran
Berdasarkan analisis dan
berbagai kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini akan dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat
dijadikan sumbangan pemikiran bagi
peneliti selanjutnya,khususnya tentang unsur religiusitas.
2. Penulis berharap agar
penelitian ini dapat di sosialisasikan kepada masyarakat untuk menambah
wawasannya tentang unsur religiusitas
dalam sebuah karya sastra khususnya.
3. Diharapkan untuk
selanjutnya karya sastra bukan sekedar
menjadi bahan bacaan sesaat, melainkan menjadi suatu kajian menarik guna mendapatkan pelajaran.
4. Agar para pembaca dan peneliti karya sastra meningkatkan apresiasi
positifnya terhadap karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. 2008. Dasar-dasar
pendidikan Agama Islam (Untuk Perguruan Tinngi). Jakarta: Bumi
Aksara
Aminuddin. 2010. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Bandung
: Sinar Baru Algensindo
Arafah, Saidah. 2005. Aspek religiusitas Novel
dibawah Lindungan Ka'bah Karya Hamka. Skripsi : FKIP Universits Mataram
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama
Islam pada Perguruan Tinngi Umum. Jakarta: Departemen Agama
Ball, J Van. 1971. Symbols for Communication: An
Introduction to the Anthropological study of Religion. Assen: van Gorcum &
Company N. V.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam Pada
Sekolah Menengah Umum Departemen Agama,,1994, Pendidikan Agama Islam,
Bandung Lubuk Agung
http://
pendidikan.blogspot.com/2011/03/religi-dan-agama.html
Kahmad, Dadang. Sosiologi
Agama. PT Remaja Rosdakarya. Bandung : 2000
Koentjaraningrat. 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian
Rakyat, 1977
Moleong, lexy. 1984. Penelitian
Kualitatif. Bandung: CV. Remaja karya
Nasution. S. 1988. Metode
Penelitian Naturalistik Kulitatif. Bandung,Transito.
Nata, Abuddin. Metologi Studi Islam. PT Grafindo Persada.
Jakarta : 2010
Nugriyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian
Fiksi. Yogyakarta: UGM Gadjah Mada University Press
Rangga, A. Badruzzaman. 2009. Novel Pare's Jannatiy.
Kediri Jawa Timur: Kaysa Media
Ramulyo, Mohd Idris. 2004. Asas-asas Hukum Islam,
edisi Revisi. Jakarta: Siran Grafika.
Rejono, Imam. 1996. Nilai-nilai Religiusitas
dalam sastra lampung: Pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sari, Dian. 2011. Aspek religiusitas novel
Titian Nabi Karya Muhammad masykur A.R. Said Serta hubungannya dengan
pembelajaran Apresiasi Sastra di SM. Skripsi: FKIP Universitas Mataram
Siswantoro. 2010. Analisis
Pisikologis. Surakarta :
Muhammadiyah University Press.
Subana M, Sudrajat. 2005. Dasar-dasar Penelitian
Ilmiah. CV: Pustaka Setia
Wiyatmi. 2008. Pengantar
Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Zuhairini, Siti. 2007. Analisis Unsur Intrinsik
dan Aspek religiusitas Novel Selamah karya Ali Ahmad Baktsir. Skripsi :
FKIP Universitas Mataram